"Kami sedang menunggu, katanya, almarhum mau diotopsi dulu," ujar Dedi saat dihubungi media.
Ia juga menyebut bahwa situasi di rumah sakit dipenuhi oleh keluarga korban yang masih syok dan berusaha mencari kejelasan atas kejadian tersebut.
Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pihak militer terkait penyebab pasti dari ledakan susulan yang terjadi.
Namun, proses investigasi disebut sudah dimulai dan melibatkan tim dari TNI serta aparat kepolisian setempat.
Baca Juga: Pemusnahan Amunisi Berujung Petaka, 13 Tewas, SOP TNI Dipertanyakan, Ada yang Disembunyikan?
Pihak berwenang juga tengah melakukan penelusuran terhadap prosedur keamanan dalam proses pemusnahan amunisi.
Ledakan ini membuka kembali perdebatan publik soal standar keselamatan dalam pemusnahan bahan peledak yang dilakukan di dekat pemukiman warga.
Aktivitas semacam ini semestinya dilakukan dengan pengamanan ketat dan pengawasan penuh untuk mencegah warga sipil mendekat ke area yang masih memiliki potensi bahaya.
Fakta bahwa warga bisa sedekat itu dengan lokasi peledakan menjadi tanda tanya besar mengenai sistem keamanan yang diterapkan saat kejadian.
Dari sisi kemanusiaan, musibah ini menyisakan luka yang mendalam, tidak hanya bagi keluarga korban, tetapi juga bagi seluruh masyarakat Garut.
Pemerintah daerah pun didesak untuk memberikan bantuan dan pendampingan psikologis kepada keluarga yang ditinggalkan.
Tragedi ini juga menandai perlunya evaluasi serius terhadap prosedur pemusnahan amunisi bekas agar kejadian serupa tak terulang di masa mendatang.
Beberapa tokoh masyarakat meminta agar proses pemusnahan dilakukan jauh dari pemukiman penduduk dan melibatkan edukasi yang menyeluruh kepada warga sekitar mengenai bahaya dari sisa bahan peledak.
Sampai berita ini diturunkan, aparat masih berjaga di sekitar lokasi untuk mengamankan tempat kejadian perkara sekaligus memastikan tidak ada bahan peledak yang tersisa.