Sementara tiga tersangka lainnya adalah pihak swasta atau broker, yakni Muhammad Kerry Adrianto Riza, Dimas Werhaspati, dan Gading Ramadhan Joedo.
Mereka diduga terlibat dalam praktik korupsi berjemaah yang melibatkan pengelolaan pasokan minyak mentah melalui skema kerja sama antara Pertamina dan pihak ketiga.
Dalam proses hukumnya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 junto Pasal 18 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang memungkinkan penerapan pidana berat jika terbukti bersalah.
Munculnya nama Asyifa Latief dalam daftar saksi tentu menimbulkan pertanyaan besar di tengah masyarakat.
Apakah keterlibatannya murni administratif sebagai pegawai, atau ada indikasi lain yang akan terungkap di kemudian hari, masih menjadi tanda tanya.
Yang jelas, Kejagung menegaskan proses hukum akan terus berjalan secara transparan dan akuntabel.
Skandal ini bukan hanya membuka borok tata kelola bisnis migas nasional, tetapi juga mengungkap relasi kekuasaan yang kompleks antara pejabat BUMN dan pihak swasta.
Dengan nilai kerugian negara yang fantastis, kasus ini berpotensi menjadi salah satu perkara korupsi terbesar dalam sejarah Indonesia.
Publik pun menunggu langkah tegas Kejagung dalam mengusut tuntas semua pihak yang terlibat, tanpa pandang bulu.
Apakah kamu mengikuti perkembangan kasus Pertamina ini sejak awal?***