Termasuk di antaranya adalah dokter jaga malam, dokter penanggung jawab di gedung tempat kejadian, serta dokter-dokter lain yang terlibat menangani pasien.
Pihak kepolisian juga tengah meneliti kemungkinan adanya unsur kelalaian dari pihak rumah sakit dalam kasus ini.
Namun hingga saat ini, belum ditemukan indikasi pidana dalam hal pengawasan terhadap Priguna selama bertugas.
"Dokter PPDS itu melekat pada dokter ahli. Ia tidak bisa melakukan tindakan sendiri tanpa pengawasan atau arahan dokter senior," tambah Surawan.
Kasus ini jelas membuka kembali diskusi publik tentang sistem pengawasan dokter residen di rumah sakit pendidikan.
Banyak pihak menilai perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap SOP (Standard Operating Procedure) pengawasan dokter PPDS di seluruh Indonesia.
Selain itu, pembahasan hari ini juga dinilai sebagai momentum untuk memastikan adanya reformasi serius di bidang pendidikan kedokteran dan praktik klinis.
Komisi IX DPR disebutkan akan menyoroti perlunya sistem proteksi lebih kuat untuk pasien dan keluarga pasien saat menjalani perawatan di rumah sakit.
Langkah ini diharapkan bukan hanya menuntaskan kasus Priguna Anugerah, tetapi juga membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap institusi kesehatan.
Sementara itu, polisi juga terus memperluas penyelidikan termasuk memeriksa rekaman CCTV di area rumah sakit guna mengungkap detail kejadian.
Publik kini menunggu hasil dari pembahasan Komisi IX DPR bersama Kemenkes, termasuk rekomendasi dan tindakan konkret yang akan diambil atas kasus ini.
Kasus dokter PPDS cabul ini menjadi peringatan keras bahwa perlindungan terhadap pasien adalah harga mati yang tidak boleh dikompromikan dalam dunia medis.***