nasional

Paulus Tannos Nyaris Lolos! Menkum Langsung Teken Ekstradisi, Siap Dijemput dari Singapura?

Senin, 17 Februari 2025 | 18:00 WIB
Proses ekstradisi Paulus Tannos makin dekat! Menkum pastikan dokumen lengkap dan koordinasi dengan Singapura berjalan lancar. (Menkum / HukamaNews.com)

Menkumham menegaskan bahwa hubungan antara pemerintah Indonesia dan Singapura saat ini sangat baik.

Dengan kerja sama yang erat antara KPK, Kementerian Hukum dan HAM, serta otoritas hukum Singapura, proses ekstradisi diyakini dapat berjalan lancar.

"Kami terus berkoordinasi dengan pihak Singapura, baik melalui KPK maupun Kementerian Hukum. Kami telah mengirimkan surat permohonan ekstradisi, dan semua dokumen yang diminta oleh otoritas Singapura sudah kami siapkan," jelas Supratman.

Sebelum ekstradisi ini diproses, Divisi Hubungan Internasional Polri telah mengajukan surat permintaan penangkapan sementara (provisional arrest request) kepada otoritas Singapura.

Baca Juga: Sempat Imbangi Uzbekistan dari Gol Jens Raven, Timnas U20 Kembali Telan Pil Pahit Dibantai 1 : 3

Surat tersebut menjadi dasar hukum bagi Singapura untuk menangkap Paulus Tannos, yang akhirnya diamankan oleh lembaga antikorupsi setempat pada 17 Januari 2025.

Babak Baru Kasus e-KTP: Mengungkap Jaringan Korupsi

Paulus Tannos, Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, telah menjadi buronan sejak dirinya ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi e-KTP pada Agustus 2019.

Bersama Tannos, terdapat tiga nama lain yang ikut terseret dalam pusaran kasus ini, yakni Miryam S. Haryani (mantan anggota DPR), Isnu Edhi Wijaya (eks Dirut Perum PNRI), dan Husni Fahmi (Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi e-KTP).

Baca Juga: Ribuan Mahasiswa Demo di Depan Istana Tuntut Prabowo Tak Main-main dengan Nasib Rakyat, Jika Tak Ingin Indonesia Gelap

Kasus ini menyeret banyak pihak karena nilai kerugian negara yang fantastis.

PT Sandipala Arthaputra diduga memperoleh keuntungan tidak sah sebesar Rp145,85 miliar.

Miryam Haryani diduga menerima aliran dana 1,2 juta dolar AS.

Konsorsium PNRI juga diduga mendapatkan keuntungan haram sebesar Rp137,98 miliar, sementara Perum PNRI diperkaya hingga Rp107,71 miliar.

Selain itu, Husni Fahmi disebut menerima dana ilegal sebesar 20 ribu dolar AS dan Rp10 juta.

Halaman:

Tags

Terkini