HUKAMANEWS - Putusan banding yang memperberat hukuman Harvey Moeis dan Helena Lim menuai kontroversi.
Pakar hukum menilai keputusan ini sebagai bentuk miscarriage of justice atau putusan yang keliru.
Kasus yang melibatkan dugaan korupsi dan pencucian uang ini dianggap memiliki banyak kejanggalan yang berpotensi menimbulkan preseden buruk dalam sistem peradilan di Indonesia.
Putusan yang Mengundang Polemik
Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta resmi memperberat hukuman terhadap Harvey Moeis menjadi 20 tahun penjara.
Baca Juga: Firnando Ganinduto Ajak Media Kawal UU BUMN, Reformasi Besar Demi Profesionalisme dan Transparansi
Tak hanya itu, ia juga diwajibkan membayar denda Rp1 miliar serta uang pengganti sebesar Rp420 miliar.
Helena Lim pun mengalami nasib serupa, dengan vonis meningkat dari 5 tahun menjadi 10 tahun penjara.
Pakar hukum Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, menilai putusan ini sarat kejanggalan.
Ia menegaskan bahwa tidak ada bukti kuat mengenai suap maupun gratifikasi yang dilakukan oleh kedua terdakwa.
Bahkan, ia menyoroti bahwa angka kerugian negara dalam putusan pengadilan hanya didasarkan pada estimasi yang masih diperdebatkan.
Baca Juga: Unboxing Oppo Find N5 Resmi! Ponsel Lipat Tertipis dengan Performa Gahar, Siap Jegal Samsung?
"Tidak terbukti ada suap, tidak terbukti ada gratifikasi, tetapi hukuman Harvey Moeis justru diperberat hingga 20 tahun. Ini mencederai prinsip keadilan," ujar Romli, Kamis (13/2/2025).
Benarkah Harvey Moeis Aktor Intelektual?
Salah satu alasan utama dalam pemberatan hukuman adalah anggapan bahwa Harvey Moeis merupakan aktor intelektual dalam kasus ini.