HUKAMANEWS - Aparat Penegak Hukum (APH) diminta untuk tidak tinggal diam terkait persoalan penerbitan Hak Guna Bangunan (HGB) di laut yang terjadi selama era pemerintahan Joko Widodo (jokowi).
Berbagai kalangan menyoroti pentingnya pengusutan menyeluruh terhadap kebijakan tersebut, termasuk dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Apakah ada keterlibatan langsung dari pemimpin negara dalam kebijakan yang disebut-sebut merugikan lingkungan dan masyarakat ini?
Direktur Pusat Riset Politik, Hukum, dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam, mengungkapkan bahwa dari sisi hukum, Jokowi tidak bisa lepas dari tanggung jawab atas polemik ini.
Baca Juga: Intelijen KPK Diminta Segera Bertindak, Dugaan Markup Rp1,3 Triliun di Proyek Coretax
Ia menilai, penerbitan HGB di laut yang terjadi selama pemerintahan Jokowi perlu diselidiki lebih jauh untuk memastikan apakah ada unsur pelanggaran hukum.
"Dari sisi hukum, Jokowi bertanggung jawab terhadap terbitnya berbagai HGB di laut. Jika memang HGB tersebut terbit pada masa pemerintahannya, penegak hukum harus fokus mengusut apakah ada KKN dalam proses penerbitannya," ujar Saiful.
Menurut Saiful, langkah awal yang perlu dilakukan adalah menyelidiki pihak-pihak terkait, termasuk Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) pada masa itu.
Ia menegaskan bahwa penyelidikan ini tidak boleh berhenti pada pejabat teknis, melainkan juga menyentuh kemungkinan adanya campur tangan presiden.
Baca Juga: S Pen Bluetooth Galaxy S25 Ultra Dijual Terpisah, Strategi Samsung atau Tambahan Beban Pengguna?
"Jika memang ada keterlibatan, maka ini adalah isu serius. Rakyat kita tidak bisa lagi dibodohi. Mereka pasti mempertanyakan apakah kebijakan ini hanya keputusan sepihak atau ada pihak-pihak tertentu yang diuntungkan," lanjut Saiful.
Akademisi Universitas Sahid Jakarta itu juga menambahkan bahwa kebijakan seperti ini tidak hanya berpotensi melanggar hukum, tetapi juga dapat menimbulkan dampak lingkungan yang signifikan.
Jika terbukti, publik akan semakin yakin bahwa kebijakan tersebut dibuat tanpa mempertimbangkan risiko jangka panjang, baik untuk lingkungan maupun masyarakat.
"Pagar laut dengan HGB di era Jokowi adalah contoh kebijakan yang ugal-ugalan jika tidak ada dasar yang kuat. Lingkungan akan menjadi korban, dan ini akan terus menjadi warisan buruk untuk masa depan," tutup Saiful.