Apalagi, ini adalah pertama kalinya Harvey terjerat masalah hukum, sehingga faktor ini turut menjadi pertimbangan penting dalam keputusan hakim.
Namun, meskipun ada hal-hal yang meringankan, ada juga aspek yang memberatkan dalam vonis ini.
Hakim menegaskan bahwa perbuatan Harvey dilakukan di saat negara sedang gencar-gencarnya memberantas korupsi.
Kejahatan yang dilakukan oleh Harvey tentu saja merusak upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi, yang menjadikan hal ini sebagai faktor pemberat dalam persidangan.
Selain hukuman penjara, Harvey juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 1 miliar.
Jika denda tersebut tidak dibayar, maka Harvey akan dikenakan tambahan hukuman kurungan selama 6 bulan.
Tidak hanya itu, hakim juga memutuskan agar Harvey membayar uang pengganti sebesar Rp 210 miliar untuk menutupi kerugian negara yang ditimbulkan dari tindakannya.
Apabila uang pengganti tidak dibayar, harta benda Harvey dapat dirampas dan dilelang untuk mengganti kerugian tersebut.
Namun, meskipun semua tuntutan tersebut, keputusan hakim tetap mengindikasikan bahwa ada pertimbangan kemanusiaan dalam proses persidangan.
Harvey Moeis, dengan berbagai pertimbangan yang mendalam, akhirnya mendapat vonis yang lebih ringan daripada yang dituntutkan jaksa.
Kasus ini tentu menjadi pelajaran bagi kita semua tentang bagaimana sistem peradilan mempertimbangkan berbagai faktor dalam menjatuhkan vonis.
Walaupun perbuatan yang dilakukan sangat merugikan negara, sikap kooperatif dan tanggung jawab keluarga menjadi hal-hal yang tetap dihargai dalam proses hukum.