Di tengah protes dari berbagai pihak, Jiddan juga menekankan pentingnya sosialisasi kebijakan perpajakan yang lebih luas, melibatkan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda).
Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang lebih baik kepada masyarakat dan pengusaha terkait kebijakan yang diterapkan.
Pemerintah diharapkan bisa menjelaskan dengan lebih jelas bagaimana pajak-pajak ini akan digunakan untuk pembangunan dan kesejahteraan rakyat.
Namun, kebijakan ini mendapat banyak sorotan negatif dari masyarakat, khususnya para warganet.
Banyak yang merasa bahwa kebijakan pajak ini justru semakin menambah beban mereka yang sudah terhimpit oleh ekonomi yang sulit.
Sebagai contoh, salah satu komentar di media sosial menyebutkan, “Daripada naikkan PPN, mending kurangi tunjangan buat DPR,” yang mencerminkan kekecewaan terhadap kebijakan yang lebih mengutamakan kepentingan penguasa daripada rakyat.
Ada pula komentar yang mengatakan, “Harusnya anggota DPR & MPR yang pajaknya gede, bukannya buruh.”
Pernyataan ini menyiratkan rasa ketidakadilan, di mana para pejabat yang memiliki gaji tinggi dianggap seharusnya lebih dikenakan pajak yang lebih besar, sementara beban pajak pada rakyat biasa justru semakin berat.
Tidak sedikit juga komentar yang menyoroti ketidakpedulian pemerintah terhadap kesulitan rakyat. “Pejabat sejahtera, rakyat makin tercekik, terlilit, lalu mati. Itu ya maunya pejabat?” ungkap salah satu warganet, yang menggambarkan bagaimana kesenjangan ekonomi semakin lebar antara pemerintah dan rakyat kecil.
Bagaimana bisa mengurangi kemiskinan jika kebijakan fiskal yang ada justru semakin membuat rakyat terjepit?
Sejumlah warga juga menyampaikan keluhan yang lebih keras, “Nyari duit susah, nyari kerjaan apalagi ditambah yang punya kuasa menaikan kebijakan seenaknya dan rakyat pun semakin terhempit dan menjerit.
Gimana mau menghilangkan kemiskinan yang ada, malah nambah dengan rencana pajak setiap tahun naik.