"DPR sudah lemah seperti masa Orde Baru," ujarnya dengan nada kritis.
Ketika melihat utang BUMN secara khusus, Rachbini menunjukkan bahwa kenaikan utang tidak sebanding dengan setoran yang diberikan oleh BUMN kepada negara.
Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari laba BUMN terbesar di tahun 2020 sebagian besar berasal dari PT BRI (Persero) Tbk, yang menyumbang sekitar Rp11,8 triliun.
Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk menyetor Rp9,9 triliun, PT Pertamina (Persero) Rp8,5 triliun, PT Telkom (Persero) Tbk Rp8 triliun, dan PT BNI (Persero) Tbk Rp2,3 triliun.
Namun, banyak BUMN yang setoran pajaknya di bawah Rp1 triliun atau bahkan miliaran rupiah. Selain itu, sejumlah BUMN masih mendapatkan suntikan dana dari pemerintah.
Misalnya, investasi untuk 12 BUMN diperkirakan mencapai Rp31,5 triliun pada 2020 dan anggaran untuk BUMN pada APBN 2021 naik menjadi Rp37,4 triliun.
Berdasarkan analisis ini, jelas bahwa utang negara dan utang BUMN menjadi isu yang semakin mengkhawatirkan.
BUMN yang seharusnya menjadi sumber pendapatan negara malah sering kali menjadi beban tambahan bagi anggaran negara.
Dengan setoran yang kecil dan utang yang besar, BUMN saat ini benar-benar menjadi “kelas berat” yang membebani perekonomian nasional.
Ke depan, diperlukan langkah-langkah konkret untuk mengelola utang negara dengan lebih baik, serta memperbaiki sistem pengawasan dan akuntabilitas untuk mencegah penumpukan utang yang lebih besar lagi.
Bagaimana pemerintah dan DPR akan mengatasi tantangan ini menjadi pertanyaan penting untuk masa depan ekonomi Indonesia. ***