nasional

Fandy Lie, Adik Bos Sriwijaya Air Terlibat dalam Kasus Korupsi Timah Senilai Rp300 Triliun, Kejagung Telah Limpahkan Berkas Tahap 2

Sabtu, 24 Agustus 2024 | 15:59 WIB
Kejagung limpahkan berkas tahap 2 kasus korupsi timah Rp300 triliun, melibatkan Fandy Lie, adik bos Sriwijaya Air. Proses hukum berlanju

HUKAMANEWS - Pada hari Jumat, 23 Agustus 2024, publik dikejutkan dengan kabar dari Kejaksaan Agung (Kejagung) yang melimpahkan berkas tahap dua kasus dugaan korupsi yang melibatkan nama besar di balik Sriwijaya Air.

Kali ini, bukan pemilik perusahaan yang menjadi sorotan, melainkan adiknya, Fandy Lie (FL), yang menjadi tersangka dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah.

Kasus ini melibatkan dugaan kerugian negara yang fantastis, mencapai Rp300 triliun.

Baca Juga: Zulkifli Hasan Kembali Terpilih Sebagai Ketua Umum PAN Periode 2024–2029, Dukungan Penuh DPW dan DPD yang Solid

Fandy Lie, yang dikenal sebagai adik dari Hendry Lie, bos Sriwijaya Air, diduga kuat terlibat dalam serangkaian kegiatan ilegal terkait tata niaga timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah Tbk.

Pada periode 2015 hingga 2022, Fandy memainkan peran sentral sebagai marketing PT TIN.

Ia bekerja sama dengan PT Timah dalam menyewa peralatan tim pemasaran peleburan timah.

Namun, kegiatan yang seharusnya sah tersebut ternyata hanya kamuflase.

Baca Juga: Jurus Jitu MenPan RB untuk Program Badan Gizi Nasional, Digitalisasi Jadi Kunci Sukses Program Makan Bergizi!

Fandy membentuk dua perusahaan boneka, yaitu CV BPR dan CV SMS, yang digunakan untuk melakukan kegiatan ilegalnya.

Perusahaan-perusahaan ini seolah-olah terlibat dalam kerja sama sewa-menyewa peralatan, padahal di balik itu semua terdapat aktivitas yang hukum.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, menjelaskan bahwa tindakan Fandy Lie tidak hanya merugikan perusahaan, tetapi juga menyebabkan kerugian besar bagi negara.

Baca Juga: Tekanan Tinggi bagi DPR, Bawaslu minta Segera Sesuaikan UU Pilkada Pasca Putusan MK!

Berdasarkan audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), total kerugian negara akibat kasus ini diperkirakan mencapai Rp300 triliun.

Angka ini tentu saja mengejutkan dan menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana skema korupsi sebesar ini bisa terjadi selama bertahun-tahun tanpa terdeteksi.

Halaman:

Tags

Terkini