Jika PDIP tidak memberikan dukungan, pilihan lain bagi Anies adalah mencoba peruntungannya melalui gabungan partai politik nonparlemen.
Namun, Aditya mengungkapkan keraguannya terhadap skenario ini.
Menurutnya, mengandalkan dukungan partai-partai kecil seperti Partai Gelora atau Perindo untuk mencapai ambang batas 7,5% bukanlah tugas yang mudah.
"Sehingga harapannya adalah berasal dari partai politik nonparlemen yang menurut saya itu pun juga tidak mungkin karena mencapai 7,5 persen kan tidak mudah dalam konteks hari ini," jelasnya.
Baca Juga: Seruan Lintas Agama untuk Selamatkan Bumi: Krisis Iklim dan Tanggung Jawab Kemanusiaan
Tantangan ini diperparah oleh kenyataan bahwa partai-partai nonparlemen sering kali kurang memiliki kekuatan politik yang signifikan untuk bersaing dengan partai besar.
Peluang dan Tantangan Anies di Tengah Dinamika Politik
Dalam konteks politik Indonesia yang serba dinamis, peluang Anies memang ada, tetapi penuh dengan tantangan.
Keputusan DPR RI untuk membatalkan pengesahan RUU Pilkada telah mengubah peta politik, tetapi ini bukan berarti jalan Anies menuju Pilkada 2024 akan mulus.
Dukungan dari partai besar seperti PDIP sangat menentukan, dan tanpa itu, peluang Anies semakin kecil.
Bagi Anies, Pilkada 2024 bukan sekadar soal maju atau tidak, tetapi juga soal strategi politik yang cerdas dan kemampuan untuk membangun koalisi yang kuat.
Dengan Megawati yang secara terang-terangan menunjukkan sikapnya, Anies harus mencari jalan lain, mungkin dengan merangkul partai-partai yang selama ini berada di luar radar kekuasaan utama. Namun, ini bukanlah jalan yang mudah.