HUKAMANEWS – Di tengah ketidakpastian ekonomi dan penekanan pada transparansi anggaran, kasus dugaan korupsi proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula (PG) Djatiroto milik PTPN XI telah mencuri perhatian publik.
Proyek yang dirancang untuk memperkuat industri gula nasional ini, dengan nilai anggaran mencapai Rp871 miliar, justru terhambat dan mengundang kecurigaan.
Bareskrim Polri kini tengah mengusut tuntas dugaan korupsi yang mencuat dari proyek tersebut, mengungkap berbagai penyimpangan yang menyebabkan dana negara melayang tanpa hasil yang nyata.
Kombes Pol. Arief Adiharsa, Wadirtipidkor Bareskrim Polri, menjelaskan bahwa proyek ini merupakan bagian dari program strategis Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang didanai oleh Penyertaan Modal Negara (PMN) dari APBN-P tahun 2015.
Namun, dalam perkembangan terbaru, ditemukan adanya dugaan perbuatan melawan hukum yang menyebabkan proyek ini tidak kunjung selesai dan berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Menurut Arief, salah satu bentuk perbuatan melawan hukum yang terungkap adalah kurangnya anggaran untuk pembiayaan proyek EPCC PG Djatiroto.
Anggaran yang disediakan tidak sesuai dengan nilai kontrak, dan proyek ini dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan yang memadai.
Selain itu, isi kontrak perjanjian juga mengalami perubahan yang tidak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat.
Perubahan tersebut termasuk penambahan uang muka 20 persen dan pembayaran letter of credit (LC) ke rekening luar negeri yang tidak wajar.
Salah satu aspek penting yang diungkap dalam penyelidikan adalah adanya komunikasi intens antara Direktur Utama PTPN XI yang berinisial DP dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI yang berinisial AT sebelum lelang dilaksanakan.
Komunikasi ini bertujuan untuk memastikan bahwa Konsorsium Hutama-Eurrosiatic-Uttam (KSO) terpilih sebagai penyedia untuk proyek tersebut, meskipun perusahaan lain, termasuk PT WIKA, sudah memenuhi syarat prakualifikasi.
Arief menyebutkan bahwa meskipun hanya PT WIKA yang memenuhi syarat, panitia lelang tetap melanjutkan proses lelang dan memilih KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam, yang gagal dalam prakualifikasi karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek, dan lokasi workshop berada di luar negeri.