Jika revisi UU TNI disahkan, akan terjadi tumpang tindih tugas dan peran antara TNI dan Polri, yang bertentangan dengan prinsip dasar TNI sebagai alat pertahanan negara.
4. Penghapusan Larangan Berbisnis bagi TNI
TNI dididik dan dilatih untuk perang, bukan untuk berbisnis. Penghapusan larangan berbisnis akan mengganggu profesionalisme dan menurunkan kebanggaan prajurit.
Sejarah menunjukkan bahwa bisnis TNI di era Orde Baru mengancam demokrasi dan kebebasan sipil.
Mengembalikan TNI ke fungsi bisnisnya akan merusak profesionalisme militer dan mengancam demokrasi yang telah diperjuangkan sejak reformasi 1998.
5. Perluasan Jabatan Sipil untuk Perwira TNI Aktif
Usulan perubahan Pasal 47 ayat (2) UU 34/2004 membuka ruang bagi perwira TNI aktif untuk menduduki jabatan sipil, menghidupkan kembali konsep Dwi Fungsi ABRI yang pernah ada di era Orde Baru.
Fungsi utama militer adalah sebagai alat pertahanan negara, bukan untuk menduduki jabatan sipil.
Penempatan militer di luar fungsinya akan memperlemah profesionalisme dan membuat militer terlibat dalam politik praktis.
Pembahasan RUU TNI harus dihentikan karena berbagai alasan yang telah disebutkan di atas.
Revisi UU TNI yang diajukan tidak mendesak dan berpotensi merusak tata kelola negara demokrasi serta mengganggu profesionalisme TNI.
Pemerintah dan DPR harus melakukan moratorium pembahasan berbagai RUU strategis dan memastikan adanya partisipasi publik yang luas dalam setiap proses legislasi.