Dilansir HukamaNews.com dari laman Kemenag, Thomas Djamaludin, Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Astronomi, menjelaskan bahwa rukyat (pengamatan) dan hisab (perhitungan) dianggap setara.
Metode rukyat dilaksanakan pada tanggal 29 Hijriah untuk mengikuti contoh Rasul, dibantu dengan hasil hisab.
Hisab, dalam hal ini, dapat digunakan untuk membuat kalender jangka panjang.
Kesatuan antara Rukyat dan Hisab
Menurut Thomas, perbedaan awal bulan Hijriah seperti Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah bukan disebabkan oleh perbedaan metode hisab dan rukyat, melainkan karena perbedaan kriteria hilal.
Pembuatan kalender berbasis hisab harus memperhatikan kriteria visibilitas hilal atau imkan rukyat agar dapat digunakan dalam prakiraan rukyat.
Baca Juga: Membaca Gestur Politik Puan Maharani di Tengah Gelombang Hak Angket dan Interpelasi
Kesepakatan bersama antara pengamal rukyat dan hisab, termasuk MABIMS, menjadi hal yang sangat diupayakan.
Pergeseran Paradigma dalam Dunia Islam
Wacana hisab-rukyat di dunia Islam mengalami pergeseran paradigma.
Baca Juga: Pengajuan Hak Angket Pemilu 2024, PDIP Maksimal, Nasdem dan Koalisi Perubahan Bersatu
Dari fokus pada dalil-dalil hisab rukyat dan interpretasinya, sekarang bergeser ke arah pembahasan unifikasi kalender global.
Ini mencerminkan upaya untuk mencari titik temu antara tradisi lokal dan kebutuhan global dalam menentukan awal bulan Hijriah.
Perdebatan Terkait Penentuan Awal Ramadhan dan Idulfitri