HUKAMANEWS - Bandara Morowali mendadak jadi bahan gosip nasional. Warganet ribut setelah muncul tudingan bahwa sebuah bandara milik perusahaan nikel raksasa—PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP)—berstatus ilegal, tetapi konon diresmikan Presiden Joko Widodo. Tuduhan itu beredar cepat, sesederhana satu unggahan di media sosial yang menyebut, “Bandara Ilegal Morowali diresmikan Jokowi 2019. Tapi sudah beroperasi dari 2010.” Kalimat singkat, efek panjang.
Saat ditelusuri, kabar tersebut tak sepenuhnya benar. Memang ada bandara yang diresmikan Jokowi, tetapi bukan milik IMIP. yang diresmikan Presiden Jokowi adalah bandara pemerintah.
Berdasarkan dokumen Sekretariat Kabinet, Presiden Joko Widodo meresmikan Bandara Morowali pada 23 Desember 2018. Bandara ini dikelola langsung oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Udara, Kementerian Perhubungan. Peresmian itu berlangsung serentak bersama pengembangan empat terminal bandara lain di wilayah Sulawesi.
Bandara milik pemerintah tersebut berada di Desa Umbele, Kecamatan Bumiraya, dengan lahan seluas 158 hektare. Fasilitasnya pun jelas: runway 1.500 meter dan terminal penumpang berukuran 1.000 meter persegi. Jadi, bandara yang diresmikan Presiden bukan bandara industri, melainkan milik negara.
Dengan begitu, klaim bahwa “bandara ilegal IMIP diresmikan Jokowi” jelas keliru, meski cocok untuk diklik dan dibagikan tanpa jeda.
Status Bandara IMIP
Sementara itu, bandara yang ramai diperbincangkan publik adalah Bandara PT IMIP. Bukan rahasia bahwa kawasan industri nikel tersebut bak kota tersendiri: ribuan pekerja, pabrik baja, dan bandara swasta di dalamnya. Bandara ini memang tidak memiliki fasilitas kepabeanan dan imigrasi layaknya bandara internasional, sehingga muncul asumsi “illegal airport”.
Baca Juga: Lelang Besar Senilai Rp289 Miliar Dibuka KPK, Mulai dari Rumah Mewah, Apartemen sampai Mobil Lexus!
Padahal, fakta resminya berbicara lain. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan, bandara IMIP terdaftar sebagai bandara domestik yang sah. Kemenhub memberi kode ICAO WAMP dan kode IATA MWS, dan menempatkannya dalam pengawasan Otoritas Bandar Udara Wilayah V Makassar. Secara administrasi, bandara ini berstatus “non-kelas”, tetapi tetap resmi dan berada dalam kontrol negara.
Statusnya juga spesifik: bandara khusus, yang hanya boleh digunakan untuk kebutuhan industri—mulai dari penerbangan kargo, pekerja, hingga evakuasi medis. Perizinan semacam ini diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 38 Tahun 2025. Bahkan, bandara swasta seperti IMIP dapat melayani penerbangan luar negeri dalam kondisi tertentu, selama berkoordinasi dengan bea cukai, imigrasi, dan karantina.
Jadi bukan ilegal. Hanya tidak dibuka untuk publik luas.
Baca Juga: KPK Soal Rehabilitasi Eks Dirut ASDP: “Rehabilitasi Hak Presiden, Kami Tak Ikut Campur”
Isu Menguat Setelah Menhan Bicara Soal Pelanggaran Tambang
Nama bandara IMIP makin ramai diperbincangkan setelah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin melakukan peninjauan ke Morowali. Kunjungan itu difokuskan pada strategi pengamanan kedaulatan negara, termasuk pada fasilitas berstatus Objek Vital Nasional seperti bandara industri IMIP, yang berdiri di dekat jalur laut strategis ALKI II dan III.
Dalam kesempatan tersebut, Menhan menyinggung maraknya pola pelanggaran di sektor pertambangan. Ia menyebut ada banyak kepentingan yang memanfaatkan celah hukum untuk mengeruk kekayaan negara. Pernyataan itu tidak menunjuk nama, tetapi publik langsung menghubungkannya dengan bandara swasta di kawasan tambang.