HUKAMANEWS — Suasana ruang sidang Hatta Ali di Pengadilan Tipikor Jakarta mendadak hening pada Rabu (22/10) sore. Di hadapan para jaksa, terdakwa, dan hadirin, hakim Effendi, Ketua Majelis Hakim, tak kuasa menahan air mata.
Hari itu, ia harus menjalankan tugas paling berat sepanjang kariernya: mengadili koleganya sendiri, sesama hakim.
Di kursi terdakwa, duduk nama-nama yang tak asing baginya — hakim nonaktif Djuyamto, Muhammad Arif Nuryanta, Agam Syarief Baharudin, Ali Muhtarom, dan Wahyu Gunawan. Mereka didakwa menerima suap dalam perkara vonis bebas tiga korporasi besar ekspor minyak sawit mentah (CPO): PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
“Selama saya jadi hakim, inilah persidangan yang paling berat untuk saya,” ujar Effendi lirih, suaranya bergetar.
Ia mengaku mengenal baik beberapa terdakwa, bahkan pernah meniti jalan karier bersama sejak masih calon hakim.
Baca Juga: Datang ke Bareskrim, Lisa Mariana Buka Babak Baru Soal Isu Anak Ridwan Kamil, Begini Faktanya
“Tahun 1996 kami sama-sama diangkat sebagai cakim. Tahun 1999 kami ikut diklat di Cinere, bahkan menjalani pelatihan marinir bersama. Kami berjuang dalam profesi yang sama. Tapi hari ini, saya harus menyidangkan teman-teman saya,” tuturnya sembari menyeka air mata.
Sidang hari itu menjadi momen paling emosional sejak perkara ini disidangkan. Ketika hakim Effendi menundukkan kepala karena sedih, Djuyamto pun tampak menitikkan air mata. Dengan suara bergetar, ia menyampaikan penyesalan yang dalam.
“Saya tidak akan menyalahkan siapa pun. Sayalah yang menghancurkan karier saya sendiri. Saya bertanggung jawab atas semua kesalahan yang saya lakukan dan siap menjalani hukuman,” ucap Djuyamto lirih.
Rekan-rekannya di kursi terdakwa ikut terdiam. Beberapa menunduk, tak kuasa menatap meja hijau yang kini seakan jadi cermin pahit perjalanan karier mereka.
Majelis hakim kemudian menutup sidang dengan keputusan menunda pembacaan tuntutan hingga Rabu, 29 Oktober 2025, sehari setelah peringatan Sumpah Pemuda.
“Insyaallah sidang kita buka kembali satu minggu ke depan,” kata Effendi pelan.
Baca Juga: Narasi Jahat di Balik Upaya Sistematis Menjatuhkan Jokowi dan Keluarganya
Korupsi di Meja Hijau
Kasus yang menyeret para hakim ini bermula dari dugaan suap senilai Rp40 miliar dalam perkara vonis lepas tiga korporasi raksasa CPO pada periode Januari–April 2022.
Jaksa menyebut, uang tersebut diberikan oleh tim pengacara korporasi — Marcella Santoso, Ariyanto, Junaedi Saibih, dan M. Syafe’i — untuk memengaruhi putusan agar terdakwa korporasi dinyatakan bebas.