“Kalau polisi bilang nangkap, TNI bilang hoaks, artinya apa? Artinya, siapa pun bisa diidentifikasi sebagai perusuh. Ini bisa jadi masalah serius bagi demokrasi,” kata Ferry dalam tayangan tersebut.
Pernyataan itu sekaligus menyinggung hal yang lebih mendasar, yakni kredibilitas institusi negara. Di tengah situasi sosial yang mudah memanas, publik dituntut mempercayai informasi resmi dari lembaga-lembaga negara. Namun, ketika lembaga itu sendiri berbeda suara, kepercayaan bisa runtuh dalam sekejap.
Di balik sorotannya yang kritis, Ferry juga melayangkan desakan agar pemerintah lebih serius mengusut aktor-aktor provokator di lapangan. Menurutnya, ada persoalan nyata yang harus segera dibereskan ketimbang memperpanjang polemik.
“Kita tidak perlu bicara teori asing, mafia, atau konspirasi lain. Ada masalah konkret di depan mata yang harus diselesaikan,” tukasnya.
Pernyataan itu menyinggung ketidakpuasan banyak kalangan yang menilai pemerintah belum optimal menindak para penyusup dalam aksi demonstrasi. Bagi Ferry, mengungkap aktor lapangan jauh lebih penting ketimbang memperdebatkan narasi.
Narasi yang Membelah
Kasus ini memperlihatkan bagaimana perbedaan informasi dari institusi negara bisa memantik polemik baru. Dalam era digital, satu potongan pernyataan dapat bergulir liar, diperbincangkan, bahkan dimaknai ulang oleh publik. Kehadiran sosok seperti Ferry, yang punya basis pengikut dan keberanian bersuara, membuat isu semakin membesar.
Di satu sisi, TNI berusaha menjaga wibawa institusi dengan menyebut informasi soal penangkapan intel sebagai hoaks. Di sisi lain, Ferry mengklaim ada fakta lapangan yang berbeda. Pertarungan narasi ini, pada akhirnya, membuat publik terjebak dalam dilema: siapa yang harus dipercaya?
Kontroversi Ferry Irwandi bukan hanya perkara laporan hukum. Ia mencerminkan problem lebih mendasar, yakni rapuhnya komunikasi antarlembaga negara di hadapan publik. Dalam situasi sosial yang penuh gejolak, keseragaman informasi menjadi kunci menjaga stabilitas.
Baca Juga: Reshuffle Mengejutkan! Prabowo Copot Sri Mulyani hingga Dito Ariotedjo, Ini Daftar Lengkapnya
Namun, ketika suara negara tidak tunggal, ruang bagi keraguan publik terbuka lebar. Dan di situlah sosok-sosok seperti Ferry, dengan kapasitasnya sebagai influencer, masuk untuk menyoroti.
Kasus ini sekaligus menjadi pengingat bahwa demokrasi tidak hanya membutuhkan ruang bebas berekspresi, tetapi juga kepastian informasi yang kredibel dari negara. Tanpa itu, publik akan terus bertanya-tanya: siapa yang sesungguhnya bisa dipercaya?***
Artikel Terkait
Di Notice dan Kehidupan Berubah, "Saya Baik-baik Saja", Pesan Tersirat Ferry Irwandi Bikin Penasaran Publik, Terkait RUU TN1 kah?
Pengguna Facebook Ini Coba Bongkar Pesan Tersirat Video Ferry Irwandi, Singgung Soal RUU TNI Ferry Mulai Diancamkah?
Ferry Irwandi Ingatkan Demo Panas Diduga Dimobilisasi, Bergerak Sesuai Strategi dan "Bersenjata", Kelompok Ini Inginkan Indonesia Hancur
Menyulam Tenun Kebangsaan, Menjaga Indonesia
Habib Jafar Sentil Menkomdigi: Demo Dicekal, Tapi Konten Dakwah Dibanjiri Judi Online Nggak Pernah Ditindak!