HUKAMANEWS - Polri resmi menetapkan tujuh anggota Brimob Polda Metro Jaya melanggar kode etik setelah insiden kendaraan taktis menabrak pengemudi ojek online di Jakarta.
Keputusan ini diumumkan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, 29 Agustus 2025.
Para anggota Brimob yang terlibat kini ditempatkan dalam penahanan khusus selama 20 hari di Divpropam Polri sambil menunggu proses pemeriksaan lebih lanjut.
Kadiv Propam Polri Irjen Abdul Karim menegaskan, ketujuh anggota Brimob terbukti melanggar kode etik kepolisian dalam insiden yang menewaskan pengemudi ojek online bernama Affan Kurniawan.
“Terhadap tujuh orang itu, dipastikan bahwa para terduga telah terbukti melanggar kode etik kepolisian,” ujar Karim.
Mereka yang ditetapkan melanggar kode etik berinisial Kompol C, Aipda M, Bripka R, Briptu B, Bripda M, Baraka Y, dan Baraka J.
Propam menjatuhkan sanksi penempatan khusus kepada tujuh anggota tersebut terhitung sejak 29 Agustus hingga 17 September 2025. Masa penahanan khusus ini bisa diperpanjang bila dibutuhkan untuk proses pemeriksaan lanjutan.
Insiden bermula ketika aparat kepolisian membubarkan aksi unjuk rasa di sekitar kompleks parlemen Jakarta pada Kamis malam, 28 Agustus 2025. Kericuhan menjalar hingga kawasan Palmerah, Senayan, dan Pejompongan.
Di tengah situasi tersebut, sebuah rantis Brimob menabrak pengemudi ojol Affan Kurniawan di Pejompongan. Peristiwa ini langsung memicu sorotan publik karena korban merupakan warga sipil yang sedang mencari nafkah.
Baca Juga: Presiden Prabowo Berduka untuk Ojol Affan, Janji Kehidupan Keluarga Dijamin dan Aparat Diusut Tuntas
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo telah menyampaikan permintaan maaf secara langsung kepada keluarga korban di RSCM, Jakarta.
“Kami menyampaikan belasungkawa dan juga minta maaf kepada keluarga almarhum terkait musibah yang terjadi,” ucap Listyo Sigit.
Publik menilai langkah cepat Polri menetapkan tujuh anggotanya melanggar kode etik menjadi bentuk tanggung jawab institusi. Namun, desakan agar kasus ini juga diproses secara pidana tetap menguat di ruang publik.
Beberapa aktivis hak asasi manusia menilai penempatan khusus saja belum cukup. “Harus ada proses hukum pidana, bukan hanya etik, agar rasa keadilan keluarga korban terpenuhi,” kata salah satu pengamat hukum pidana.
Artikel Terkait
Kapolri Datangi RSCM, Minta Maaf ke Keluarga Ojol Tewas Dilindas Rantis Brimob dan Janjikan Bantu Pemakaman
Drama Panas Penolakan Ridwan Kamil atas Permintaan Tes DNA Ulang dari Lisa Mariana, Ini Alasan Kang Emil Ogah Ikut ke Singapura
Kronologi Korupsi Digitalisasi SPBU Pertamina yang Dibongkar KPK, dari Janji Transparansi BBM Sampai Dugaan Jebolnya Uang Negara
Eks Kepala BIN Hendropriyono Buka Suara: Demo Rusuh Bukan Murni Aspirasi, Ada ‘Bonekanya’ dari Luar Negeri!
Presiden Prabowo Turun Tangan, Perintahkan Investigasi Transparan Kasus Ojol Affan Kurniawan