HUKAMANEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan langkah awal penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji lebih difokuskan pada penggeledahan di berbagai lokasi.
Langkah itu diambil bukan tanpa alasan. Menurut KPK, ada kekhawatiran barang bukti bisa hilang jika pemanggilan saksi dilakukan lebih dulu.
Kasus ini menjadi sorotan publik lantaran menyangkut ibadah haji yang menyentuh kepentingan umat, sekaligus menimbulkan dugaan kerugian negara hingga triliunan rupiah.
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa pihaknya harus bergerak cepat mengamankan dokumen, catatan, hingga barang bukti elektronik.
Baca Juga: Ancaman Gempa Sesar Lembang Bikin Kunjungan Wisatawan Anjlok, Pengelola Wisata Sampai Khawatir
“Geledah terlebih dahulu, kemudian kami kumpulkan bukti-buktinya. Setelah itu baru kami panggil orang-orang yang terkait untuk konfirmasi,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (25/8/2025).
Asep menegaskan, penggeledahan menjadi langkah prioritas karena bukti dalam kasus seperti ini rawan dimanipulasi atau bahkan dihilangkan.
Meski begitu, KPK memastikan proses pemanggilan saksi akan segera dilakukan dalam waktu dekat. “Minggu depan, atau paling lambat akhir pekan ini, kami sudah mulai memanggil saksi-saksi,” ujarnya.
Penyidikan kasus dugaan korupsi kuota haji resmi diumumkan KPK pada 9 Agustus 2025. Dua hari sebelumnya, mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sudah lebih dulu dimintai keterangan.
Baca Juga: KPK Dalami Penjualan Mobil BJ Habibie, Dikaitkan dengan Kasus Korupsi Bank BJB
Hasil penghitungan awal KPK bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memperkirakan kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. Untuk mencegah larinya pihak terkait, KPK juga sempat mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, salah satunya Yaqut.
Hingga 25 Agustus 2025, KPK tercatat belum memanggil seorang pun saksi, sehingga strategi penggeledahan disebut sebagai langkah pengamanan bukti yang paling penting.
Selain penyidikan KPK, kasus ini juga tengah dipantau oleh Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI.
Pansus menyoroti pembagian tambahan 20.000 kuota haji yang diberikan Pemerintah Arab Saudi pada 2024. Kuota tersebut dibagi rata, 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian itu dianggap tidak sesuai aturan, karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 menetapkan porsi haji khusus hanya 8 persen dari total kuota, sementara haji reguler 92 persen.
Artikel Terkait
KPK Cekal Eks Menag Yaqut Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji 2024, Kerugian Negara Capai Triliunan Rupiah
Tak Hanya Yaqut, KPK Cegah Eks Stafsus Menag dan Pemilik Maktour Terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji Rp1 Triliun
KPK Usut Dalang SK Kuota Haji 50:50 yang Rugikan Negara Rp1 Triliun, Nama Eks Menag Terseret
Tiga Kasus Korupsi Terbaru Rugikan Negara Triliunan Rupiah, dari Minyak Mentah, Chromebook, hingga Kuota Haji
KPK Geledah Rumah dan Kantor Kemenag, Bongkar Dugaan Korupsi Kuota Haji Rp 1 Triliun