Alissa Wahid Sebut Semakin Ditekan, Rakyat Akan Melawan

photo author
- Minggu, 24 Agustus 2025 | 20:25 WIB
Direktur Gusdurian, Alissa Wahid mengingatkan pemerintah pentingnya membuat kebijakan pro rakyat, Minggu (24/8)  (Elizabeth Widowati )
Direktur Gusdurian, Alissa Wahid mengingatkan pemerintah pentingnya membuat kebijakan pro rakyat, Minggu (24/8) (Elizabeth Widowati )

HUKAMANEWS – Semakin ditekan, masyarakat justru akan semakin keras melawan. Maka itu, Direktur Jaringan GUSDURian Alissa Wahid meminta pemerintah untuk bijak dan melibatkan masyarakat dalam membuat kebijakan soal pajak dan kebijakan-kebijakan lainnya agar tidak menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.

“Kebijakan pemerintah dibuat tanpa kajian yang cukup. Suara rakyat semakin ditekan, sehingga muncul berbagai bentuk perlawanan, mulai dari kabur aja dulu atau Indonesia gelap,” kata Alissa dalam keterangannya di Jakarta, Minggu, 24 Agustus 2025

Menurutnya penting membuat kebijakan pro rakyat agar tak menimbulkan gejolak besar di masyarakat seperti yang terjadi di Pati yang menaikkan Pajak Bumi Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sebesar 250 persen, yang kemudian disusul aksi demonstrasi serupa di Bone, Sulawesi Selatan, menentang kebijakan Pemda setempat yang menaikkan PBB-P2 sebesar 400 persen.

Baca Juga: Rismon: Rektor UGM Ova Emilia Tersandera Gagal Bayar Rp29 Miliar, Siapa yang Bayar Praktino Apa Jokowi, Hingga Klaim Ijazah Jokowi Asli?

Alissa menegaskan, dalam demokrasi, suara rakyat harus didengar dan dilibatkan, baik dalam proses pengambilan keputusan maupun pelaksanaan kebijakan. Kondisi ini menjadi perhatian serius GUSDURian, terutama untuk mengantisipasi potensi melemahnya kedaulatan sipil.

“Demokrasi hanya bisa tegak jika kedaulatan sipil tetap kuat. Kalau kekuasaan sipil berada di bawah kendali militer, suara rakyat tidak akan pernah menjadi yang utama,” ujarnya.

Selain soal penguatan demokrasi, dalam Tunas GUSDURian mendatang, juga akan membahas soal ekologi.

Baca Juga: RUU Haji Siap Diketok Hari Selasa 26 Agustus, Kuota Ditentukan Menteri, Benarkah Jadi Solusi atau Tambah Pusing?

Alissa menuturkan bahwa secara global, dunia sedang menghadapi krisis iklim. Di Indonesia, kondisi ini diperburuk oleh industri ekstraktif yang masih beroperasi dengan pendekatan kekuasaan. Dampaknya, masyarakat adat tersingkir dan ekosistem mengalami kerusakan parah.

“Hampir tidak ada, pertambangan yang benar-benar memulihkan lingkungan. Bahkan, karena penyelenggara, pemerintah itu masih abai terhadap aturan hukum, kewajiban reklamasi tidak dilakukan. Akibatnya, banyak masyarakat menjadi korban, jatuh ke lubang tambang, atau tanah tandus tanpa penghijauan kembali,” jelasnya.

Menurut Alissa, isu yang diangkat bukan sekadar masalah ekologis, melainkan juga keadilan ekologis.

Baca Juga: KPK Kembali Taring, Prabowo Didorong Jadi Pelindung Independensi, Publik Sinis: Jangan-Jangan Amnesti Lagi?

“Keadilan ini mencakup perlindungan bagi masyarakat adat sekaligus menjaga hak-hak alam,” kata Alissa.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Elizabeth Widowati

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X