Memahami Makna Namaskara Upacara Waisak Sekaligus Menyusuri Sejarah Candi Sojiwan di Klaten

photo author
- Senin, 12 Mei 2025 | 19:06 WIB
Ilustrasi Candi Sojiwan peninggalan Budha di Klaten Jawa Tengah  (Elizabeth Widowati )
Ilustrasi Candi Sojiwan peninggalan Budha di Klaten Jawa Tengah (Elizabeth Widowati )

 

HUKAMANEWS - Ribuan umat Buddha dari berbagai daerah mengikuti ritual tiga langkah namaskara dalam rangkaian peringatan Waisak di Candi Sojiwan, Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Klaten, Senin, 12 Mei 2025 pagi. 

Ketua Sangha Mahayana Indonesia Bhiksu Kusalasasana Mahasthavira memulai rangkaian upacara sekitar pukul 06.00 WIB. Setiap tiga langkah, ribuan umat itu serenak bersujud kemudian bangkit lagi dan berjalan tiga langkah sebelum sujud kembali.

Berulang-ulang mereka melakukan prosesi itu dari jalan hingga memasuki candi sampai di depan patung Buddha di depan Candi Sojiwan. Prosesi berjalan khidmat diiringi lantunan doa sepanjang prosesi berlangsung.

Baca Juga: Teledorkah TNI Hingga Pemusnahan Amunisi Kadaluarsa Tiba-tiba Meledak? Ini Penjelasan Kadispenad Mengapa Amunisi Meledak Padahal Kondisi Sudah Aman

Sekretaris Jenderal Sangha Mahayana Indonesia (SMI), Bhiksu Sakya Sugata Sthavira, mengungkapkan pada rangkaian Waisak di Candi Sojiwan, Klaten, ada prosesi tiga langkah Namaskara saat matahari terbit. Prosesi itu diikuti sekitar 2.100 umat Buddha.

“Namaskara artinya bersujud lima titik dari dahi, dua telapak tangan, sama dengkul dan ujung jari kaki menyentuh bumi,” kata Bhiksu Sakya Sugata Sthavira bercerita.

Kepala yang berada di posisi tertinggi pada tubuh manusia sebagai simbol keangkuhan, kesombongan, serta ego. Ketika bersujud, kepala menyentuh bumi dan menjadi simbol bersyukur serta membuka diri untuk meminta keberkahan dan menyalurkan ke alam-alam yang menderita.

Baca Juga: Sidang Hasto Panas, Rossa Bongkar Fakta Mengejutkan Eks Pimpinan KPK Firli Bahuri Soal Dugaan Perintangan Penyidikan Harun Masiku

Prosesi dalam rangka Waisak di Candi Sojiwan, Klaten, itu sekaligus mengandung makna pengendalian diri sesuai tema yang diusung yakni dengan pengendalian diri mewujudkan perdamaian dunia. Dia menjelaskan perdamaian tercipta diawali dengan pengendalian diri sendiri.

"Karena kita tidak mampu mengubah orang lain selain bisa mengubah diri sendiri dengan pikiran, ucapan dan perbuatan yang benar, menjaga diri kita supaya tidak menyakiti makhluk lain. Tidak serakah dalam arti kata haus akan kekayaan materiil dan akhirnya mengakibatkan perbuatan seperti korupsi dan lain-lain,” ungkap Bhiksu Sakya Sugata Sthavira.

Rangkaian peringatan Waisak digelar di Candi Sojiwan, Klaten, selama beberapa tahun terakhir. Sangha Mahayana Indonesia memilih prosesi digelar di Candi Sojiwan sekaligus mengaktifkan semua candi sebagai tempat beribadah.

Baca Juga: Kapuspen TNI: Innalillahi, Ledakan Amunisi di Garut Tewaskan 13 Orang, Empat Korban Diantaranya Prajurit TNI

“Kami memilih di sini agar semua candi bisa aktif kembali. Karena di tempat inilah dulu pernah berjaya leluhur kita, bangsa kita dari tanah Jawa pernah bertapa di sini, pernah belajar di sini, pernah mengembangkan diri dan mengembangkan kegiatan siar dalam agama Buddha yakni budi pekerti, moralitas yang di junjung tinggi,” kata Bhiksu Sakya Sugata Sthavira.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Elizabeth Widowati

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X