HUKAMANEWS - Ribuan umat Buddha dari berbagai daerah mengikuti ritual tiga langkah namaskara dalam rangkaian peringatan Waisak di Candi Sojiwan, Desa Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Klaten, Senin, 12 Mei 2025 pagi.
Ketua Sangha Mahayana Indonesia Bhiksu Kusalasasana Mahasthavira memulai rangkaian upacara sekitar pukul 06.00 WIB. Setiap tiga langkah, ribuan umat itu serenak bersujud kemudian bangkit lagi dan berjalan tiga langkah sebelum sujud kembali.
Berulang-ulang mereka melakukan prosesi itu dari jalan hingga memasuki candi sampai di depan patung Buddha di depan Candi Sojiwan. Prosesi berjalan khidmat diiringi lantunan doa sepanjang prosesi berlangsung.
Sekretaris Jenderal Sangha Mahayana Indonesia (SMI), Bhiksu Sakya Sugata Sthavira, mengungkapkan pada rangkaian Waisak di Candi Sojiwan, Klaten, ada prosesi tiga langkah Namaskara saat matahari terbit. Prosesi itu diikuti sekitar 2.100 umat Buddha.
“Namaskara artinya bersujud lima titik dari dahi, dua telapak tangan, sama dengkul dan ujung jari kaki menyentuh bumi,” kata Bhiksu Sakya Sugata Sthavira bercerita.
Kepala yang berada di posisi tertinggi pada tubuh manusia sebagai simbol keangkuhan, kesombongan, serta ego. Ketika bersujud, kepala menyentuh bumi dan menjadi simbol bersyukur serta membuka diri untuk meminta keberkahan dan menyalurkan ke alam-alam yang menderita.
Prosesi dalam rangka Waisak di Candi Sojiwan, Klaten, itu sekaligus mengandung makna pengendalian diri sesuai tema yang diusung yakni dengan pengendalian diri mewujudkan perdamaian dunia. Dia menjelaskan perdamaian tercipta diawali dengan pengendalian diri sendiri.
"Karena kita tidak mampu mengubah orang lain selain bisa mengubah diri sendiri dengan pikiran, ucapan dan perbuatan yang benar, menjaga diri kita supaya tidak menyakiti makhluk lain. Tidak serakah dalam arti kata haus akan kekayaan materiil dan akhirnya mengakibatkan perbuatan seperti korupsi dan lain-lain,” ungkap Bhiksu Sakya Sugata Sthavira.
Rangkaian peringatan Waisak digelar di Candi Sojiwan, Klaten, selama beberapa tahun terakhir. Sangha Mahayana Indonesia memilih prosesi digelar di Candi Sojiwan sekaligus mengaktifkan semua candi sebagai tempat beribadah.
“Kami memilih di sini agar semua candi bisa aktif kembali. Karena di tempat inilah dulu pernah berjaya leluhur kita, bangsa kita dari tanah Jawa pernah bertapa di sini, pernah belajar di sini, pernah mengembangkan diri dan mengembangkan kegiatan siar dalam agama Buddha yakni budi pekerti, moralitas yang di junjung tinggi,” kata Bhiksu Sakya Sugata Sthavira.
Artikel Terkait
Di Balik Kemeriahan Lampion di Hari Waisak, Energi Candi Borobudur Harus Terpelihara Seturut Sang Buddha
Akting Bio One Sebagai Teroris Banyak Dipuji di Film Sayap Sayap Patah 2: Olivia, Bahkan Kapolri Ikut Terkesan
Bikin Malu, Jet Tempur Rafale Rontok Dihajar Pakistan, Teknologi Canggih Ternyata Gak Ada Artinya?
5 Alasan Kenapa Tecno Camon 40 Pro Jadi Smartphone Paling Diburu di Awal 2025
Hari Waisak Harus Jadi Inspirasi Seluruh Umat Berbuat Kebaikan