Sandi menyebutkan bahwa sejak program ini berjalan, permintaan susu meningkat signifikan.
Bahkan, harga jual susunya naik dari Rp7.000 menjadi Rp10.000 per liter.
Lonjakan ini bukan hanya soal angka, tapi menjadi bentuk apresiasi terhadap kualitas dan kerja keras peternak.
“Dulu banyak teman-teman kuliah yang milih kerja kantoran. Tapi saya bangga bisa jadi peternak dan lihat hasilnya benar-benar berguna,” tutur Sandi.
Tak hanya Sandi, dua orang lainnya yang dulu merupakan petani serabutan kini ikut bekerja di peternakannya.
Pekerjaan yang awalnya tak menentu, kini berubah menjadi sumber penghasilan tetap.
Dan ke depannya, seiring dengan bertambahnya jumlah sapi, kebutuhan tenaga kerja juga diprediksi meningkat.
Peternakan tempat Sandi bekerja kini menyuplai susu untuk Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Kota Cimahi, melalui kerja sama dengan Koperasi Jagri.
SPPG sendiri setiap pekan melayani 3.500 siswa dengan tiga kali distribusi susu.
Setiap kali distribusi, dibutuhkan 370 liter susu.
Sementara saat ini, kapasitas produksi baru di angka 150 liter per hari.
Dengan gap sebesar itu, peluang untuk ekspansi produksi masih terbuka lebar.
“Kami sedang berupaya tambah populasi sapi sesuai kapasitas kandang. Supaya produksi susu bisa memenuhi kebutuhan koperasi dan bisa rekrut lebih banyak pekerja lokal,” ujar Sandi.
Artikel Terkait
Ribuan Siswa di Wamena Tolak MBG Dihadang Aparat Polisi dengan Persenjataan Lengkap, Aksi Damai Berujung Ricuh
Ribuan Mahasiswa Tolak Hidup Jokowi Jadi Adili Jokowi, Ndasmu, Tolak MBG, Tolak Danantara, Kompak Kritisi Rezim Oligarki
Presiden Prabowo Tolong Perhatikan, Ribuan Pelajar di Papua Masih Lanjut Demo Tuntut Pendidikan Gratis, Bukan MBG
Skandal Anggaran MBG! Benarkah Rp8 Ribu Cukup untuk Makanan Bergizi Anak? KPK Mulai Selidiki
Ada Ulat di Menu MBG SMP Negeri 1 Semarang, Disdik Bilang Masih Bisa Ditolerir