Komisaris PT Pelni Diduga Palsukan CV, Universitas dan Perusahaan Bantah Klaim Riwayat Pekerjaan

photo author
- Minggu, 19 Januari 2025 | 19:15 WIB
Komisaris PT Pelni Kristia Budiyarto jadi sorotan karena dugaan pemalsuan CV. Kasus ini mencoreng citra BUMN dan pemerintahan. (Net / HukamaNews.com)
Komisaris PT Pelni Kristia Budiyarto jadi sorotan karena dugaan pemalsuan CV. Kasus ini mencoreng citra BUMN dan pemerintahan. (Net / HukamaNews.com)

HUKAMANEWS - Skandal besar tengah mengguncang BUMN yang bergerak di sektor transportasi laut, PT Pelayaran Nasional Indonesia (Pelni).

Salah satu komisarisnya, Kristia Budiyarto, diduga memalsukan curriculum vitae (CV).

Dugaan ini mencoreng citra perusahaan negara dan memunculkan tanda tanya besar soal integritas pengangkatan pejabat di lingkungan BUMN.

Kristia Budiyarto, atau yang dikenal dengan nama Kang Dede, mencantumkan riwayat pendidikan sebagai lulusan Universitas Hasanuddin di Fakultas Ilmu Komunikasi.

Baca Juga: Meski Israel Tunda Kesepakatan Gencatan Senjata, Hamas Tetap Komitmen Patuhi Ketentuan Gencatan Senjata

Namun, pihak universitas membantah klaim tersebut. Bahkan, perusahaan yang disebut sebagai bagian dari riwayat pekerjaannya, PT Planet Tecno, tak terdaftar secara resmi di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM.

Keberadaan Kristia sebagai komisaris PT Pelni disebut-sebut erat kaitannya dengan perannya sebagai buzzer Presiden ke-7 RI Joko Widodo.

Melalui Surat Keputusan Kementerian BUMN Nomor SK-354/MBU/11/2020, dia diangkat menjadi komisaris perusahaan milik negara tersebut.

Kredibilitas BUMN di Ujung Tanduk

Direktur Parameter Politik Indonesia (PPI), Adi Prayitno, menilai bahwa kasus ini sangat memalukan.

Baca Juga: Menteri Tak Kompak Patuhi Perintah Presiden Prabowo Bongkar Pagar Laut, Sikap Menteri KKP Dinilai Masih Manut ke Jokowi

"Ini adalah aib yang mencoreng pemerintahan dan BUMN. Penting untuk dilakukan investigasi serius agar kredibilitas lembaga tidak tercoreng," ujar Adi.

Menurutnya, kebenaran soal dugaan pemalsuan harus dibuktikan.

"Era sekarang ini penuh dengan hoaks dan disinformasi. Investigasi yang transparan sangat diperlukan untuk mengetahui apakah ini fakta atau sekadar isu," tambahnya.

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Jiebon

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X