HUKAMANEWS- Nama Kaesang Pangarep ditunjuk sebagai Ketua Partai Solidaritas Indonesia (PSI) langsung menjadi trending topik. Namun manuver politik ini justru membuka peluang menjadi bumerang bagi partai politik itu sendiri di kancah Pemilu 2024.
Analisis ini menguat berawal dari analisa Ray Rangkuti sebagai Direktur Eksekutif Lingkar Madani yang menyebut Kaesang seorang politisi karbitan , dalam diskusi akhir pekan Titik Temu yang mengangkat tema Kaesang, Dominasi dan Polarisasi Politik, di Jakarta Selatan.
Kaesang tidak memiliki modal karir politik yang cukup dan proses politiknya simsalabim. Sehingga dampaknya justru akan mempengaruhi partai PSI itu sendiri.
Baca Juga: Polri Tetapkan 6 Tersangka Mafia Bola Liga 2 Musim 2018, Ada Wasit dan Oknum Klub Sepak Bola
"Jadi tidak ada bedanya sekarang melihat PSI tidak lebih partai seperti jaman Orde Baru yang sangat "bapakisme" yaitu Jokowi. PSI casing anak muda, tapi kenyataannya sistem mekanisme tak lebih dari jaman dulu," kata Ray Rangkuti, di Jakarta , pada tanggal 30 September 2023.
Ray Rangkuti menyebut PSI dengan Kaesang seperti hendak menegaskan partai anak muda yang nyatanya super manja dengan politikus darah biru, yaitu Jokowi.
Dalam diskusi yang digagas oleh Rumah Kebudayaan Nusantara, dan disiarkan di sejumlah radio, Pengamat Politik Tri Andika Kurniawan juga menyebut langkah masuknya Kaesang di dalam PSI adalah sebuah antiklimaks dan banyak negatifnya.
"Antiklimaks bahwa partai ini tidak bisa menjadi partai politik yang memberikan warna baru terhadap masyakarat. Justru menjadikan partai ini tidak berkualitas hanya sekadar bisa masuk parlementer electoral treshold . Dan efek negatifnya memberi kesan capaian politik mudah dicapai dengan instan," analis Tri Andika Kurniawan.
Pergerakan politik Kaesang dengan baju PSI bukan hanya menjadi pertarungan besar.Hal ini benar - benar menjadi pendidikan politik di elemen masyarakat dalam Pemilu 2024.
"Kunci Pemilu 2024 kan ada diantara Gen Milineal dan Gen Z. Bisa jadi mereka membentuk pilihan sendiri, antara yang benar - benar idealis atau yang sekadar instan.Jangan lupakan kondisi sosial masyarakat, saat ini," tutur Erlinda, seorang sosiolog , sekaligus aktivis 98.
Diluar generasi milenial , kondisi masyarakat saat ini , ditambahkan pula oleh Erlinda, sudah terlalu amat lelah melihat panggung politik.Hal ini didukung dengan pendidikan politik yang tidak cukup.
"Masyarakat saat ini belum move on dari Pemilu 2019 lalu.Ini akan semakin memanas saat kampanye bahkan ketika Pemilu harus masuk dua putaran. Gejolaknya masyarakat dikhawatirkan bakal luar biasa,"tambah Erlinda
Artikel Terkait
Beda Ideologi, PDIP Tutup Pintu Kerja Sama dengan PKS pada Pemilu 2024
Google for Indonesia Support Media untuk Pemilu Nasional Tahun 2024 Yang Bersih
Google Berikan Dana Untuk Mendorong Independensi Peran Media Dalam Pemilu 2024
Dukungan Nahdliyin untuk Capres pada Pemilu 2024 Mulai Terbaca
Capres Pemilu 2024 Harus Cermat Memilih Pasangan, Tidak Sekadar Populer Saja