HUKAMANEWS - Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi poros utama perdagangan karbon di dunia. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki kekayaan alam yang melimpah, termasuk hutan dan lahan yang dapat menjadi sumber kredit karbon.
Presiden Joko Widodo bahkan optimis bahwa Indonesia dapat menjadi satu-satunya negara yang 60% pemenuhan pengurangan emisi karbon berasal dari sektor alam.
"Saya optimis Indonesia menjadi poros karbon dunia asalkan langkah konkret bisa dijalankan dengan baik oleh semua pemangku kepentingan," beber Jokowi, dalam keterangan tertulis, Sabtu (15/6/2024).
Baca Juga: Puncak Libur Idul Adha! Garuda Indonesia dan Citilink Angkut 73 Ribu Penumpang ke Destinasi Hits
Potensi kredit karbon Indonesia, sebut Jokowi, diperkirakan mencapai 1 giga ton CO2 yang dapat ditangkap dan diperdagangkan.
Namun, untuk mewujudkan potensi tersebut, diperlukan regulasi yang jelas dan tata kelola yang baik.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar menekankan bahwa perdagangan karbon harus dilakukan dengan tata kelola yang tepat, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat.
"Ditegaskan oleh Presiden Joko Widodo bahwa perdagangan karbon harus dengan tata kelola yang tepat. Artinya, harus ada carbon governance sebagai pedoman, dimana dalam iklim dan karbon peran pelaku bisnis cukup besar," kata Siti.
Salah satu poin penting dalam regulasi perdagangan karbon adalah metodologi untuk menghitung kinerja pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Siti mengatakan, metodologi tersebut haruslah ilmiah, transparan, dan akuntabel.
Pemerintah telah menetapkan beberapa metodologi yang dapat digunakan, antara lain metodologi yang telah disetujui oleh UNFCCC, metodologi yang ditetapkan oleh Dirjen Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, dan metodologi yang ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN).
Selain metodologi, verifikasi emisi juga menjadi aspek penting dalam perdagangan karbon. Emisi yang diperdagangkan haruslah emisi aktual, bukan emisi potensial.