HUKAMANEWS - Dalam kehidupan yang semakin modern dan terus berkembang, sering kali kita melupakan bahwa manusia berbagi ruang hidup dengan berbagai spesies lain, termasuk Macaca Fascicularis atau yang lebih dikenal dengan monyet ekor panjang.
Spesies monyet ekor panjang ini, yang menyebar luas di wilayah tropis Asia Tenggara, belakangan ini seringkali menjadi sorotan karena perilaku agresif terhadap manusia.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?
Baca Juga: Makin Menjadi di Bandung, Monyet Ekor Panjang Turun Gunung, Pertanda Alam atau Pencarian Makan?
Kehidupan Berkoloni yang Unik
Monyet ekor panjang dikenal memiliki ciri khas dengan rambut berwarna coklat keabu-abuan dan ekor yang panjangnya berkisar 1 sampai 1,5 kali ukuran tubuhnya, yakni 40-75 cm.
Hidup dalam koloni yang terdiri dari 20-50 individu, mereka memiliki sistem hierarki yang ketat dengan satu individu monyet yang berperan sebagai pemimpin.
Pemimpin ini, yang ditentukan berdasarkan berbagai faktor seperti jenis kelamin, umur, dan interaksi sosial, memiliki prioritas dalam memperoleh sumber daya makanan atau pasangan.
Mengapa Mereka Menjadi Agresif?
Perilaku agresif monyet ekor panjang terhadap manusia sering terjadi di area wisata, kawasan rural, hingga kawasan urban.
Fenomena ini bukan tanpa alasan. Primata ini turun ke pemukiman manusia bisa jadi karena kondisi habitat yang mulai hilang dan menipisnya sumber daya makanan yang tersedia bagi mereka.
Lebih jauh, kecenderungan ini juga diperparah oleh kebiasaan manusia yang memberikan makan kepada satwa liar, sehingga monyet menganggap manusia sebagai sumber makanan yang potensial.
Dikutip dari Forestation FKT UGM, penyerangan oleh monyet ekor panjang ini merupakan reaksi naluriah yang dipicu oleh beberapa faktor, seperti hilangnya tempat tinggal mereka dan menipisnya ketersediaan sumber daya makanan di habitatnya.
Kebiasaan manusia yang terkadang tidak bertanggung jawab, seperti memberi makan secara langsung, hanya menambah masalah interaksi antara manusia dengan monyet ini.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?