HUKAMANEWS - Mengajak orang untuk membaca buku dengan mengajarkan masyarakat untuk buang sampah ditempatnya, itu sama - sama susahnya saat ini. Hal itu dilontarkan keras oleh Istiqbalul F. Asteja, sebagai Founder Komunitas Bukit Buku di Kota Semarang.
"Dengan fenomena inilah, kami kemudian bergerak mengembangkan gerakan menulis ini dengan isu - isu lingkungan , krisis alam," demikian ucap Istiqbalul, sapaan akrabnya dalam dialog "Emang Bisa Cerita Fiksi Menyelamatkan Planet Kita, di Kawasan Urban Farming Center, Semarang, pada tanggal 2 Desember 2023.
Lebih jauh pihaknya kemudian bercerita dengan program pengembangan ini , dari sebulan terakhir, Komunitas Bukit Buku berhasil mengumpulkan lebih dari 500 naskah fiksi.
Baca Juga: Darurat, 1.250 Bibit Pohon Ditanam Kembali di lereng Gunung Merbabu Pasca Terbakar
"Dari 500 naskah yang masuk sebulan ini, rata - rata 85 persen ya g menulis adalah anak - anak berpendidikan SMP dan SMA. Ternyata generasi Z atau Gen Z ini lebih kritis terhadap isu iklim dan lingkungan.Dari kegiatan ini terbitlah kumpulan cerpen iklim, berjudul Kisah Ganjil Pelaut, dicetak sebanyak 500 -700 eksemplar," tambahnya lebih jelas.
Menghadapi pertanyaan banyak orang tentang menulis, sebagai Founder Komunitas Bukit Buku, Istiqbalul menegaskan bahwa setiap cerita pasti memiliki kekuatan magis bagi si pembacanya.
"Sadar ga mitos yang diciptakan oleh penulis ini nyata dan dekat dengan alam. Contohnya mitos, Danyang, ia diciptakan untuk menjaga mata air atau sendang di sejumlah lokasi. Sangat berpengaruh sekali menulis ini kedepannya, walaupun efeknya sangat lama," sebut ya lagi.
Mau bisa menulis cerita fiksi bertemakan iklim alam, cobalah mulai dengan membaca fiksi berjudul "Konferensi Musim Sejagad", dimulai dari cerita anak ini tentang tokoh - tokoh lingkungan dimunculkan. Dari cerita anak, kita akan dapat berimajinasi menulis lebih dalam dan unik lagi.
Sebagai komunitas, Bukit Buku mempunyai banyak program kegiatan. Mulai dari Bukit Pustaka yang mengakomodir kegiatan membaca ditempat. Bukit Temu yang didalamnya adalah temu antara penulis dan penerbit setiap sebulan sekali.Dan terakhir adalah Bukit Bunyi untuk mengaktualisasi menulis dan membaca puisi.
"Sasarannya adalah mereka yang tidak suka baca buku, mau baca dan akhirnya menulis," tutupnya.
Bukit Pustaka terlihat diserbu oleh masyarakat yang tertarik membaca buku.Wati , warga Semarang Barat pun terlihat mengajak kedua anaknya untuk mendekat mengambil beberapa buku dan duduk membacanya.
"Kami tidak punya anggaran khusus untuk membeli.Kadang kami meminta kerabat kami yang masih memiliki buku cerita anak - anak, untuk diberikan. Luar biasa karena dengan mau membaca mereka berdua ini tidak lagi ketergantungan gadget dan HP," ceritanya.***
Artikel Terkait
Mitigasi Banjir Secanggih Apapun Di Kota Semarang, Kalah Dengan Namanya Sampah
Baru Dimunculkan Edi Darmawan Salihin ke Publik Soal Rekaman CCTV Tewasnya Mirna Usai Tenggak Kopi Sianida, Kini Edi Diadukan ke Bareskrim
Hai Gen Z, Buka Sejarah Reformasi, Pahami Demokrasi Lebih Dalam
Gen Z Bisa Kok Jadi Investor Muda Indonesia, Cek 9 Cara Mudahnya dan Dijamin Cuan!
Terdengar Dentuman Keras Hingga Keluar Asap Membumbung Tinggi, Gunung Marapi di Kabupaten Agam Sumbar Meletus