Bukan penyakit baru
Syahril menjelaskan, penyakit cacar monyet bukanlah penyakit baru. Penyakit ini sudah lama ada sejak 1958 lalu, namun penularannya hanya dari hewan ke hewan. Kemudian, sekitar 1970-an terjadi penularan dari manusia ke manusia.
Baca Juga: KIB Tutup Pintu untuk Prabowo - Cak Imin, Mengapa?
Dia menambahkan, saat itu cacar monyet menjadi endemis di Afrika Tengah, kemudian baru di tahun ini menular dan menyebar ke negara-negara Eropa, Amerika, termasuk negara-negara di Asia yang lain.
Menurut laporan sejarah yang ada, dia melanjutkan, cacar monyet ini disebabkan virus cacar monyet yang bisa sembuh sendiri. "Jadi, tidak terlalu berat. Bahkan, angka kematiannya hanya maksimal 10 persen," ujarnya.
Sementara itu dari 43 negara yang melaporkan kasus cacar monyet saat ini, Kemenkes mendapatkan laporan bahwa belum ada kematian.
Artinya, tingkat penyebarannya tidak terlalu cepat dan angka kesakitannya juga tidak terlalu berat sebab, orang yang terserang cacar monyet sekitar 21 sampai 27 hari setelah inkubasi akan sembuh sendiri.
Baca Juga: Jakarta Hajatan ke 495, Ancol Bagi Tiket Gratis
Pasien bisa sembuh sendiri karena penyakit ini disebabkan oleh virus. Apabila pasien harus dirawat di rumah sakit, maka pengobatannya bersifat supportif berdasarkan gejala.
"Yang penting mencegah dan mengobati infeksi yang lain. Kalau ada infeksi, diberikan obat anti infeksi yang lain," katanya.
Tak hanya cacar monyet, Syahril mengingatkan saat ini ada beberapa penyakit menular yang dihadapi Indonesia di antaranya hepatitis akut hingga Covid-19.
Oleh karena itu, upaya untuk mencegah supaya tak tertular cacar monyet dan penyakit menular lainnya yaitu dengab melakukan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), kemudian menerapkan protokol kesehatan untuk mencegah tertular.
Lebih lanjut Syahril meminta masyarakat tetap waspadai cacar monyet namun tak panik karena penyakit ini tidak terlalu berat.