- Menyerukan pelucutan senjata Hamas sebagai syarat transisi.
- Mendorong agar otoritas sipil dan keamanan Gaza dialihkan ke Otoritas Palestina.
- Mengusulkan misi stabilisasi internasional sementara dengan mandat Dewan Keamanan PBB.
Prancis dan Arab Saudi menjadi pengusul utama dokumen tersebut.
Dukungan juga datang dari banyak negara Arab, Afrika, Asia, dan kelompok non-blok.
Baca Juga: Trump Teken Keputusan Kontroversial, Departemen Pertahanan Kini Berganti Jadi Departemen Perang
Reaksi Dunia: Terbelah Antara Dukungan dan Penolakan
Banyak pihak menyambut deklarasi ini sebagai momentum baru. Negara-negara pendukung melihatnya sebagai "langkah nyata" menuju solusi dua negara yang sudah lama mandek.
Bagi mereka, deklarasi ini bukan sekadar simbol, melainkan pijakan politik agar Palestina bisa benar-benar merdeka dari bayang-bayang Hamas.
Namun, reaksi keras datang dari pihak penolak. Israel menyebut keputusan Majelis Umum PBB sebagai langkah sepihak yang merugikan.
Pemerintah Tel Aviv menegaskan, Hamas tidak hanya masalah Palestina, melainkan ancaman eksistensial bagi Israel.
Amerika Serikat juga menolak, dengan alasan deklarasi tersebut “tidak tepat waktu” dan berpotensi mengganggu proses diplomasi yang masih berjalan.
Negara lain yang menolak termasuk Argentina, Hungaria, dan Paraguay.
Meski deklarasi ini disambut luas, para pengamat menilai jalan menuju solusi dua negara masih sangat panjang.