global

TikTok Didenda €530 Juta oleh Uni Eropa karena Transfer Data ke China, Ancaman Blokir Mengintai

Sabtu, 3 Mei 2025 | 13:08 WIB
Uni Eropa jatuhkan sanksi besar pada TikTok usai terbukti kirim data pengguna ke China tanpa transparansi yang jelas (Freepik / HukamaNews.com)

HUKAMANEWS - TikTok kembali jadi sorotan tajam setelah dijatuhi denda besar oleh regulator Uni Eropa.

Aplikasi video pendek yang populer di kalangan anak muda ini dikenai sanksi sebesar €530 juta atau sekitar Rp9,2 triliun oleh Komisi Perlindungan Data (DPC) Irlandia.

Masalah utamanya terletak pada pelanggaran serius terhadap aturan perlindungan data Uni Eropa, terutama terkait dengan pengiriman data pengguna dari Kawasan Ekonomi Eropa (EEA) ke China.

Keputusan ini menambah daftar panjang kekhawatiran negara-negara Barat terhadap bagaimana TikTok mengelola data pribadi.

Baca Juga: Usai Gaza Digempur Abis Israel, Kini Israel Dilanda Kebakaran Paling Parah, Petugas Sampai Kewalahan dan Minta Bantuan Internasional

Lebih dari sekadar denda, TikTok juga diultimatum untuk menyesuaikan sistem pengelolaan datanya agar mematuhi standar GDPR dalam waktu enam bulan ke depan.

Kalau tidak, risiko penghentian transfer data ke China jadi kenyataan.

Masalah ini berawal dari hasil penyelidikan DPC Irlandia yang menemukan bahwa TikTok telah melakukan pemindahan data pengguna EEA ke China tanpa perlindungan yang memadai.

Menurut Wakil Komisioner DPC, Graham Doyle, TikTok tidak bisa membuktikan bahwa perlindungan terhadap data pribadi pengguna Eropa di China setara dengan standar perlindungan data yang berlaku di dalam Uni Eropa.

Selain itu, TikTok juga gagal menjelaskan secara transparan kepada penggunanya bahwa ada kemungkinan data mereka bisa diakses oleh staf di China.

Baca Juga: Pertama Kalinya dalam Sejarah Spanyol dan Portugal Mati Listrik pada Senin Sore, Seluruh Aktivitas Terhenti Total

Dalam pernyataannya, DPC menyoroti bahwa TikTok tidak melakukan penilaian risiko secara menyeluruh.

Padahal, hukum di China, seperti aturan anti-terorisme dan kontra-spionase, dinilai bertentangan dengan prinsip perlindungan data yang dijunjung tinggi oleh GDPR.

Akibatnya, muncul kekhawatiran bahwa otoritas China bisa mengakses data warga Eropa tanpa perlindungan hukum yang memadai.

Yang makin memperburuk situasi, TikTok awalnya mengklaim bahwa data pengguna dari EEA tidak disimpan di server China.

Halaman:

Tags

Terkini