Tak hanya itu, ia juga memimpin prosesi pengesahan wafat Paus Fransiskus, termasuk penempatan jenazah dalam peti mati yang dilakukan di Kapel Casa Santa Marta pada malam hari wafatnya Paus.
Semua proses ini harus dijalankan secara presisi sesuai protokol dan tradisi Gereja, sekaligus menjaga ketenangan batin umat di seluruh dunia.
Di luar peran sebagai Camerlengo, Farrell juga menjabat sebagai Prefek Dikasteri untuk Kaum Awam, Keluarga, dan Kehidupan.
Ia dikenal sebagai figur yang mendukung penuh reformasi pastoral yang diusung oleh Paus Fransiskus.
Baca Juga: Bukan Sekadar Simbol Sakral! Ini Alasan Mengejutkan Kenapa Cincin Paus Fransiskus Harus Dihancurkan
Kepercayaan terhadap Farrell tak berhenti di sana; ia juga memegang jabatan strategis sebagai Presiden Komisi untuk Urusan Rahasia dan Ketua Komite Investasi Tahta Suci.
Posisi-posisi ini mencerminkan tingkat otoritas dan kepercayaan tinggi yang diberikan Vatikan padanya, terutama dalam mengelola isu-isu sensitif dan penting.
Namun, Farrell juga bukan tanpa kontroversi.
Ia pernah mendukung larangan terhadap pemberkatan pasangan sesama jenis oleh imam, sebuah posisi yang sejalan dengan doktrin Gereja saat ini namun memicu perdebatan publik.
Walau demikian, gaya komunikasinya yang terbuka dan kepribadiannya yang hangat menjadikannya sosok yang cukup diterima lintas spektrum umat Katolik.
Kepemimpinan sementara Farrell di masa ini bukan hanya soal teknis administratif.
Ia bertugas memastikan Gereja tetap berada dalam jalur spiritual dan struktural yang stabil, menjelang pelaksanaan konklaf yang dijadwalkan pada awal Mei.
Konklaf ini akan menjadi momen penting dalam sejarah Gereja Katolik, dan peran Farrell dalam menyukseskannya sangat krusial.
Sebagai figur yang punya rekam jejak panjang dalam pelayanan lintas negara, Farrell dinilai berada di posisi tepat untuk mengawal masa transisi ini.