Hasil awal dari autopsi menunjukkan bahwa Payne mengalami luka-luka serius akibat jatuh dari ketinggian, termasuk pendarahan internal dan eksternal di berbagai bagian tubuhnya.
Tim pemeriksa jenazah mengonfirmasi adanya 25 luka di tubuh Payne yang konsisten dengan luka yang biasanya dialami akibat jatuh dari tempat yang tinggi.
Luka-luka ini termasuk cedera kepala yang cukup parah untuk menyebabkan kematian.
Selain itu, Kantor Kejaksaan Umum Argentina juga menyebutkan bahwa saat Payne terjatuh, ia sedang sendirian dan kemungkinan besar sedang mengalami episode penyalahgunaan zat yang mempengaruhi tindakannya.
Tidak ada tanda-tanda adanya keterlibatan pihak ketiga dalam kematiannya, meskipun penyelidikan tetap dilakukan sebagai "kematian mencurigakan" untuk memastikan tidak ada faktor eksternal yang terlewat.
Kasus kematian Liam Payne ini menarik perhatian banyak pihak, terutama karena ia adalah salah satu tokoh terkenal di dunia musik.
Kematian Payne menjadi cerminan betapa bahayanya penyalahgunaan zat narkotika, yang tidak hanya merusak fisik tetapi juga mengaburkan kemampuan seseorang untuk membuat keputusan yang rasional.
Payne sebelumnya dikenal sebagai salah satu anggota One Direction, boyband yang mendunia sejak awal 2010-an.
Kehidupan Payne pasca boyband kerap diwarnai dengan berbagai masalah pribadi, termasuk perjuangan melawan kecanduan.
Kematian Payne di Argentina menambah daftar panjang musisi dunia yang terjerumus dalam penyalahgunaan narkoba dan alkohol, yang sering kali berakhir tragis.
Kematian Liam Payne tidak hanya menyisakan duka mendalam bagi para penggemarnya, tetapi juga mengundang keprihatinan tentang bagaimana tekanan popularitas dan dunia hiburan dapat membuat seseorang terjerumus ke dalam penyalahgunaan zat.
Laporan autopsi ini mengungkapkan sisi gelap dari kehidupan seorang bintang yang tampak gemerlap di luar, namun rapuh di dalam.