climate-justice

Air Wudhu, Cahaya Surya, dan Jelantah: Ikhtiar Ekologi dari PRM Getassrabi Kudus

Jumat, 5 September 2025 | 15:55 WIB
Ilustrasi. Pemasangan panel surya di sebuah masjid.

HUKAMANEWS 1000 Cahaya - Di tengah ancaman pemanasan global yang kian nyata, langkah kecil dari sebuah komunitas lokal bisa menjadi cahaya terang bagi masa depan bumi. Itulah yang diperlihatkan Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Getassrabi, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus.

Melalui inovasi sederhana namun berdampak luas, PRM Getassrabi membuktikan bahwa prinsip teologi ekologis Muhammadiyah bukan sekadar wacana, melainkan bisa dihidupkan dalam praktik nyata.

Salah satu langkah terobosan PRM Getassrabi adalah pemanfaatan energi surya. Panel surya yang dipasang di Masjid Darussalam kini tidak hanya menerangi ruang ibadah, tetapi juga menyuplai listrik ke gedung dakwah, aula kelurahan, bahkan rumah-rumah warga sekitar.

Selain itu, desain bangunan masjid dan fasilitas dakwah didesain ramah lingkungan dengan memaksimalkan cahaya alami dan ventilasi udara. Dengan cara itu, kebutuhan listrik untuk penerangan dan pendingin ruangan bisa ditekan.

“Kami ingin masjid bukan hanya menjadi pusat ibadah, tetapi juga teladan dalam menjaga lingkungan,” ujar Nurul Zaman, Sekretaris PRM Getassrabi.

Perhatian terhadap lingkungan tidak berhenti pada listrik. Sejak 2016, PRM Getassrabi menginisiasi pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH) untuk resapan air. Paving block berpori dipasang agar air hujan bisa kembali ke tanah. Bahkan, program daur ulang air wudhu kini tengah dirancang.

“Air bekas wudhu akan digunakan untuk menyiram tanaman, membilas toilet, hingga mengisi kolam ikan. Dengan begitu, setiap tetes air menjadi lebih bermanfaat,” kata Nurul.

Limbah Jadi Berkah, Ibadah Jadi Kesadaran Ekologis

Inovasi lain yang cukup unik adalah program Sedekah Jelantah. Bersama Pimpinan Ranting ‘Aisyiyah (PRA) Getassrabi, mereka mengumpulkan minyak goreng bekas dari warga. Jelantah ini kemudian diolah dan dijual kembali, dengan keuntungan yang dipakai untuk mendanai kegiatan sosial dan program lingkungan.

“Biasanya minyak bekas hanya dibuang dan mencemari lingkungan. Di sini, jelantah justru bisa jadi sedekah, jadi berkah,” tutur Nurul Zaman.

Program sederhana itu sekaligus memberi pesan bahwa menjaga lingkungan bisa dilakukan dari dapur rumah tangga.

Nurul menegaskan, semua upaya tersebut berakar dari teologi ekologis Muhammadiyah. Menjaga bumi, katanya, adalah bagian dari amar ma’ruf nahi munkar.

“Sekecil apa pun usaha, bila diniatkan untuk kebaikan umat, hasilnya akan besar dan bermanfaat bagi banyak orang,” ujarnya.

Apa yang dilakukan PRM Getassrabi adalah bukti bahwa komunitas kecil mampu memberikan dampak besar. Tanpa menunggu instruksi dari pusat, mereka menunjukkan bahwa perubahan bisa lahir dari akar rumput.

Harapan mereka sederhana: agar ranting-ranting Muhammadiyah lain di seluruh Indonesia ikut terinspirasi, dan Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah memberi dukungan nyata bagi program serupa.

Halaman:

Tags

Terkini

Banjir Sumatra dan Krisis Moral Ekologis Bangsa

Sabtu, 6 Desember 2025 | 22:05 WIB

Tragedi Sumatera, Ketika Kesucian Alam Dipertaruhkan

Kamis, 4 Desember 2025 | 14:07 WIB