2024, Tahun Terpanas dalam Sejarah?
Prediksi bahwa 2024 akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah semakin menguatkan pentingnya aksi nyata untuk menekan emisi. Para ilmuwan menemukan bahwa suhu rata-rata global dalam 12 bulan terakhir telah meningkat 1,62 derajat Celsius dibandingkan rata-rata era pra-industri.
"Peradaban kita belum pernah menghadapi iklim sepanas ini," kata Carlo Buontempo, Direktur Copernicus.
"Solusi paling efektif untuk mengatasi tantangan iklim adalah komitmen global terhadap pengurangan emisi," tambahnya.
Rekor suhu panas yang terus terpecahkan menunjukkan betapa rapuhnya keseimbangan bumi. Para ilmuwan memperingatkan bahwa kegagalan mengendalikan emisi tidak hanya mengancam ekosistem, tetapi juga kelangsungan hidup umat manusia.
Baca Juga: Hening Parlan, Merajut Keimanan dan Keberlanjutan Lingkungan untuk Selamatkan Bumi
Di tengah lonjakan emisi, COP29 yang digelar di Azerbaijan diharapkan menjadi titik balik aksi iklim global. Namun, dengan proyek minyak dan gas baru yang terus bermunculan, skeptisisme terhadap komitmen negara-negara dunia semakin besar.
"Semua negara sudah berjanji untuk transisi energi, tetapi kenyataannya kita masih menyaksikan pembakaran bahan bakar fosil yang terus meningkat," ujar Dr. Glen Peters dari Pusat Penelitian Iklim Internasional.
Untuk menjaga kenaikan suhu di bawah 1,5 derajat Celsius, emisi global perlu turun hingga 43 persen pada 2030. Waktu semakin sempit, dan langkah konkret dari semua pihak kini menjadi penentu masa depan bumi dan umat manusia.
Dengan kenaikan emisi yang terus berlanjut, para ilmuwan memperingatkan bahwa dampak iklim yang lebih ekstrem akan segera dirasakan, termasuk peningkatan cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan kerusakan ekosistem global.
Satu hal yang pasti, tindakan setengah hati tidak lagi cukup. Dunia harus bergerak bersama-sama menghentikan laju kehancuran iklim.***