Kebijakan Presiden Jokowi ini memang mengundang reaksi beragam dari masyarakat.
Sebagian pihak menyambut baik kebijakan ini dengan alasan dapat memberikan peluang ekonomi bagi ormas keagamaan, sekaligus membantu pemerintah dalam mengelola sumber daya alam secara lebih merata dan berkeadilan.
Namun, tidak sedikit pula yang khawatir terhadap implikasi negatif yang mungkin timbul.
Dampak lingkungan, seperti kerusakan ekosistem dan pencemaran, serta dampak sosial, seperti konflik kepentingan dan ketimpangan, menjadi isu utama yang diangkat oleh para penentang kebijakan ini.
Mereka berpendapat bahwa pengelolaan tambang seharusnya berada di tangan profesional yang memiliki kompetensi dan pengalaman di bidang tersebut, bukan ormas keagamaan.
Dalam konteks ekonomi, kebijakan ini dinilai bisa menjadi pedang bermata dua.
Di satu sisi, pemberian IUP kepada ormas keagamaan bisa memberikan tambahan pendapatan bagi organisasi tersebut, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk kegiatan sosial dan keagamaan.
Di sisi lain, tanpa pengelolaan yang baik dan berkelanjutan, hal ini bisa menimbulkan kerugian jangka panjang yang jauh lebih besar daripada keuntungan sesaat.
Baca Juga: Pilkada 2024! Risma Siap Bikin Panas Pilgub Jatim 2024, Saingi Khofifah-Emil! Begini Kata Pakar
Pendekatan keberlanjutan yang diusung oleh Greenfaith dan ormas lintas agama lainnya menekankan bahwa keuntungan ekonomi tidak boleh mengorbankan kelestarian alam.
Mereka menuntut adanya kajian mendalam dan transparansi dalam setiap langkah yang diambil pemerintah terkait pengelolaan tambang.***