"Sekiranya itu baik tentulah kami akan mengajurkan untuk melakukannya."
Dari sisi keempat, tidak diketahui secara pasti kapan beliau Nabi Muhammad SAW dilahirkan.
Setiap orang yang mengklaim bahwa Nabi Muhammad SAW lahir pada hari ini mereka semua tidak memiliki dalilnya.
"Tidak ada dalil yang menunjukan hal itu, ulama berselisih tentang lahirnya nabi dan terdapat 7 atau 8 pendapat," jelas Syeikh.
"Mereka tidak mengetahui kapan beliau dilahirkan, meskipun pendapat terbanyak bahwa beliau dilahirkan 12 Rabi'ul Awwal, namun tidak ada dalilnya."
Baca Juga: Long Weekend hingga 16 September 2024, Libur Peringatan Hari Besar Islam Apa?
"Hanya nukilan dari beberapa orang saja namun tidak ada satu pun yang valid, tidak ada satupun yang dapat meyakinkan bahwa Nabi Muhammad SAW
lahir pada hari ini 12 Rabi'ul Awwal."
Sisi kelima, dan sisi yang paling agung dari perkara ini ialah secara ijma bahwa 12 Rabi'ul Awwal adalah hari wafatnya Nabi Muhammad SAW, maka seakan-akan merayakan wafatnya nabi.
"Wa'iyyadzubillah, kesepakatan ahli sejarah dan ahli hadits bahwa nabi wafat pada hari Senin 12 Rabi'ul Awwal, maka pada akhirnya kita seakan akan merayakan hari wafatnya nabi," katanya.
"Ini faktanya, seakan-akan kita merayakan hari wafatnya nabi dan bergembira dengan itu, maka tentu ini tidak boleh," sesal Syeikh.
Hukum asalnya tinggalkan perayaan ini dan yang ingin merayakannya maka hendaklah ia merayakannya setiap hari, sebagaimana yang kita katakan pada hari ibu.
"Wajib bagimu (Hari Ibu) itu dilakukan setiap hari dan barang siapa yang ingin bercerita tentang nabi maka berceritalah tentangya setiap hari, setiap pekan kita bicarakan tentang nabi, setiap bulan kita berbicara tentang nabi, setiap tahun kita berbicara tentang nabi," terang Syeikh.
"Kita tidak boleh mengkhususkan hari tertentu dengan hari yang lain begitu juga bulan, maka intinya perayaan ini hendaknya ditinggalkan," pungkas Syeikh.***