Festival Kecil di Boja, Kenang Jejak 100 Tahun AA Navis Dalam Robohnya Surau Kami

photo author
- Rabu, 1 Januari 2025 | 12:16 WIB
Fitriyani (cerpenis cum guru) dan Anindita Tisa Amanda (pegiat literasi dari Teras Baca Boja) dalam diskusi “AA Navis: Karya dan Dunianya,” Minggu (22/12) di Gedung Sastra & Sosial Guyub Desa Bebengan Boja Kendal Jawa Tengah.  (Elizabeth Widowati )
Fitriyani (cerpenis cum guru) dan Anindita Tisa Amanda (pegiat literasi dari Teras Baca Boja) dalam diskusi “AA Navis: Karya dan Dunianya,” Minggu (22/12) di Gedung Sastra & Sosial Guyub Desa Bebengan Boja Kendal Jawa Tengah. (Elizabeth Widowati )

Ali Akbar Navis merupakan sastrawan kelahiran Sumatera Barat, 17 November 1924 dan wafat pada 22 Maret 2003. Ia dikenal sebagai seorang sastrawan, kritikus budaya, dan politikus Indonesia. Merujuk Wikipedia.org, AA Navis telah menghasilkan 65 karya sastra dalam pelbagai bentuk sejak mulai menulis pada 1950. Karya-karya itu meliputi novel, cerpen, puisi, otobiografi, cerita rakyat, hingga non-fiksi. Karya-karyanya berjumlah sekira 22 buku, ditambah lima antologi bersama sastrawan Indonesia lain dan delapan antologi luar negeri, serta 106 makalah akademis yang dihimpun dalam buku Yang Berjalan Sepanjang Jalan. 

Baca Juga: Kado Tahun Baru Presiden Prabowo, Kelas Menengah-Bawah Tetap Bebas dari Dampak PPN 12 Persen, Simak Keuntungannya!

Pada suatu masa, AA Navis pernah menyatakan kegelisahannya terhadap dunia pendidikan di Indonesia. Ia mengatakan, mulai dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, siswa hanya diberi pengajaran untuk menerima pengetahuan tanpa diberikan kesempatan untuk berpikir secara kritis. Anak-anak tidak diajarkan untuk menulis dengan baik, padahal menulis dapat membuka pikiran mereka.

Dalam pandangan AA Navis, membaca karya sastra dapat membantu orang berpikir kritis dan memahami konsep hidup. Ia mencontohkan, banyak karya sastra di Indonesia yang menceritakan tentang orang-orang munafik. Hal itu seharusnya diajarkan kepada anak-anak agar mereka dapat mengerti bahwa di tengah masyarakat banyak orang munafik. Tetapi, "pemerintah tampaknya tidak mengajarkan sastra supaya orang tidak melihat orang-orang yang munafik."

Menurut Fitri, kritik dan pemikiran-pemikiran AA Navis masih relevan hingga sekarang. Salah satunya, begitu pentingnya generasi muda mempelajari karya sastra. Fitriyani mengatakan, pentingnya meregenerasi pembaca sastra sejak dini. Mulai dari keluarga, masyarakat hingga sekolah.

Baca Juga: Resmi! vivo X200 Pro Meluncur di Indonesia 9 Januari 2025, Ini Keunggulannya!

 “Guru punya peran besar untuk mengenalkan tulisan bagus (sastra-Red) ke murid-muridnya,” tutur Fitriyani yang juga mengajar di salah satu sekolah swasta terkemuka di Kota Semarang ini. 

Dalam kesempatan itu, Fitri mengajak sesama guru untuk memiliki referensi bahan bacaan yang baik dan bermutu bagi para muridnya. Ia melihat masih belum semua guru memiliki budaya membaca yang memadai—apalagi membaca karya sastra. 

“Saya melihat ada guru mapel Bahasa Indonesia yang tak suka sastra, apalagi guru mapel lain,” keluh Fitri.

Baca Juga: Pesta Joget-joget, di Saat Sama Jokowi Pemimpin Korup 2024, Inilah Ironi Jelang Tahun 2025 yang Bakal Cekik Rakyat dengan PPN 12 Persen

Di hadapan hadirin, Fitriyani, berpesan, siapapun mempunyai peran untuk mengenalkan sastra pada anak-anak atau lingkungan terdekatnya. Ia pun mencontohkan, hari ini, dalam momentum mengenang 100 tahun 3 sastrawan besar ini, masyarakat bisa mulai kenalkan karya-karya mereka pada anak-anak dan lingkungan masing-masing. 

 

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Elizabeth Widowati

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

Serenade Nyanyian Gunung

Senin, 10 Juni 2024 | 11:37 WIB
X