Baca Juga: Puluhan Tahun Menabung, Tukang Becak Ajak Istri Naik Haji
Dalam bukunya disebutkan, jabatan bukan untuk memperkaya diri. Maka Kaharoeddin pun mengembalikan seluruh fasilitasnya. Termasuk perabotan rumah dinasnya. Termasuk mobil dinas berplat BA 1. Kaharoeddin memang tegas memisahkan urusan dinas dan urusan pribadi. Hampir tak pernah dia menggunakan fasilitas dinas untuk keperluan pribadi.
Hingga akhir hayatnya, Kaharoeddin tak punya rumah pribadi. Dari dulu, Kaharoeddin menempati rumah dinas polisi di Jalan Tan Malaka, Kota Padang.
Saat menjabat gubernur, Kaharoeddin memilih tetap tinggal di rumah yang tidak seberapa besar itu. Ketika hendak diberi rumah oleh pemerintah provinsi, dia menolak mentah-mentah. Begitu juga ketika polisi menawarinya sebuah rumah. Kembali dia menolak. Beliau sempat punya sepetak lahan (tanah), tetapi sdah habis dijual untuk mengongkosi keperluan haji bersama istrinya.
Menolak Ongkos Haji dari Kapolri
Tentang ongkos haji, ada cerita sendiri. Jenderal polisi jujur ini rupanya pernah menolak naik haji diongkosi Kapolri.
Baca Juga: Ini 6 Trend Dunia Kerja di Industri 4.0
Ceritanya tahun 1967, Kaharoeddin didatangi oleh Brigjen Polisi Amir Machmud. Amir Machmud adalah keluarga sekaligus sahabat Kaharoeddin. Hubungan mereka sangat dekat sejak awal kemerdekaan. Amir yang merupakan junior Kaharoeddin ini kini menjadi jenderal polisi yang paling bersinar.
Brigjen Amir ditugasi Kapolri Jenderal Sutjipto Judodihardjo untuk menjemput Kaharoeddin ke Jakarta. Selanjutnya Kaharoeddin akan naik haji diongkosi Kapolri. Mungkin Kapolri saat itu sengaja menyuruh Amir yang menjemput karena tahu kedekatan mereka. Amir diharapkan mampu membujuk Kaharoeddin yang terkenal keras menolak semua gratifikasi, termasuk dari atasannya sendiri.
Maka tanggal 16 Agustus 1967, Amir datang ke kediaman Kaharoeddin di Jl Tan Malaka no 8, Kota Padang. Tapi walau suasana pertemuan berlangsung hangat dan penuh kekeluargaan, Kaharoeddin menolak dengan halus permintaan Kapolri.
"Malu kalau naik haji diuruskan Kapolri," kata Kaharoeddin seperti dikutip dalam buku Brigadir Jenderal Polisi Kaharoeddin Datuk Rangkayo Basa, Gubernur di Tengah Pergolakan, terbitan Pustaka Sinar Harapan tahun 1998.
Baca Juga: Kisah Sudirman, Jemaah Haji Disabilitas asal Makassar
"Dia saklek kalau urusan seperti ini. Tak mau menerima pemberian apa pun," kata cucu Kaharoeddin, Aswil Nasir, saat berbincang dengan merdeka.com beberapa waktu lalu.
Lebaran tahun 1970, datang Bupati Tanah Datar Mahjoeddin Algamar dan Wali Kota Padang Achirul Jahja datang ke rumah Kaharoeddin. Mereka merayu dengan halus agar Kaharoeddin mau naik haji. Bagi para bupati itu, termasuk Bupati Pariaman M Noer, Kaharoeddin memang sudah dianggap ayah sendiri.
Kaharoeddin langsung memotong pembicaraan itu. "Jadi maksud kalian mau menggunakan uang negara untuk ongkos naik haji saya?" tanyanya tegas.