nasional

Kaharoeddin Datuk Rangkayo Basa: Tak Ada Kompromi untuk Korupsi

Jumat, 1 Juli 2022 | 08:30 WIB
Kaharoeddin Datuk Rangkayo Basa

Baca Juga: Kasus Cacar Monyet Muncul di Singapura

Ketika itu, menjelang akhir 1950, situasi politik di Sumatera Barat semakin memanas, hingga mencapai puncaknya setelah sejumlah tokoh masyarakat, polisi, dan militer bergabung untuk mendirikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

Pergolakan politik tersebut tidak lain dipicu oleh ketidakpuasan terhadap sikap politik Presiden Soekarno terhadap sejumlah tokoh-tokoh asal Sumatera Barat, terutama yang dipimpin oleh Amir Sjarifuddin Prawiranegara. Sekalipun demikian, Kaharoeddin yang ketika itu menjabat sebagai Komandan Polisi Sumatera Tengah tetap tidak bergeming untuk pertahankan loyalitasnya kepada NKRI.

Selaku Komandan Polisi Sumatera Tengah, Kaharoedin mendapatkan kunjungan dari Wakil Komandan Brimob Kepolisian Negara, Kombes Sutjipto Judodihardjo. Kedatangannya tidak lain untuk menyerahkan sejumlah uang operasional untuk menghadapi situasi genting di Sumatera Tengah sebesar Rp 5 juta.

Sesuai dengan amanah yang diberikan, Kaharoedin pun membagikan secara merata ke seluruh kepolisian tingkat Kabupaten/Kota serta kecamatan, hingga akhirnya tersisa Rp 3,2 juta.

Baca Juga: Polri Gandeng KPU dan Bawaslu Amankan Pemilu 2024

Sekedar informasi, gaji Kaharoedin sebagai Komandan Polisi Sumatera Tengah (setara dengan Kapolda) di masa itu sebesar Rp 1.230. Artinya, sisa uang Rp 3,2 juta tadi setara dengan gaji 2.601 kapolda.

Apabila menggunakan acuan gaji kapolda saat ini sebesar Rp 10 juta, maka sisa uang tadi setara dengan uang sebanyak Rp 26,01 miliar. Mengetahui masih ada sisa uang, Kaharoedin bertekad untuk menjaganya sebaik mungkin, serta hanya digunakan untuk keperluan operasional yang sangat mendesak.

Di masa pergolakan tadi, Kaharoedin bergabung dengan pasukan TNI-AD yang masih loyal dengan NKRI. Kekuatan personalia yang tersisa dari Kepolisian Negara dan TNI di Sumatera Barat tidak lagi mampu membendung kekuatan PRRI yang ditopang persenjataan yang lebih moderen.

Satu ketika, sempat seorang komandan pasukan TNI-AD hendak meminjam uang untuk keperluan pasukannya, tetapi tidak dikabulkan. Sikapnya yang keras tadi membuatnya cukup was-was, sehingga Kaharoedin meminta tolong kepada istrinya, Mariah untuk menjaga uang sebanyak Rp 3,2 juta.

Baca Juga: Beda Ideologi, PDIP Tutup Pintu Kerja Sama dengan PKS pada Pemilu 2024

Uang itu pun tetap utuh ketika Kaharoedin mengambilnya kembali. Setelah Sumatera Tengah dan Bukittinggi berhasil dikuasai oleh pasukan republik, uang sisa tadi kemudian diserahkan kepada penggantinya, Kombes Soewarno, lengkap dengan segala tanda terima atas penggunaannya.

Agar pembaca mengetahui, dalam hukum perang tidak dikenal istilah pertanggungjawaban penggunaan dana. Apabila komandan di atasnya telah menitipkan dana sebesar sekian, maka angka sekian tadi yang akan dipertanggungjawabkan melalui operasi yang didanai.

Kaharoedin dikenal dengan prinsipnya, “Datang dengan satu tas, pulang juga dengan satu tas”.

Prinsip tersebut diterapkan benar selama hidupnya menjabat di segala lini jabatan kepolisian, hingga akhirnya menjadi Gubernur Sumatera Barat.

Halaman:

Tags

Terkini