Baca Juga: Aturan Baru Permendagri: Nama Minimal Dua Kata, Maksimal 60 Huruf
"Teknologi yang seyogyanya bermanfaat positif bagi kehidupan manusia, adapula yang memanfaatkan secara negatif," kata Ramadhan.
Ramadhan mengungkapkan bahwa kelompok pendukung ISIS cenderung memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk melaksanakan tindak pidana pendanaan terorisme, di antaranya penggalangan dana atau crowdfunding.
Kelompok pendukung ISIS memanfaatkan media sosial untuk mencari sumbangan dari kelompoknya maupun masyarakat umum, dengan mengatasnamakan sosial agama dan pendidikan, dengan mudah mendapatkan dana yang tidak sedikit dan cepat.
"Ada juga sumbangan dari luar negeri. Pada tahun 2016 kelompok AD Surakarta mendapatkan kiriman dana dari Bahrunaim yang berada di Suriah untuk melaksanakan tindak pidana terorisme bom bunuh diri di Polres Surakarta," ungkapnya.
Baca Juga: BTN Solusi di Indonesia Timur Melonjak Hingga 171 %
Cara berikutnya, kata Ramadhan, kelompok teroris menghimpun dana lewat pinjaman online (pinjol). Pada tahun 2019 kelompok AD Jawa Barat melakukan berbagai pinjaman daring melalui berbagai jasa pinjol untuk mengumpulkan dana.
"Mereka mampu mendapatkan belasan juta rupiah dari pinjol," kata Ramadhan.
Dalam penggalangan dana, kelompok teror ini tergolong kreatif. Pelaku bom Bali Imam Samudra bahkan sudah membobol kartu kredit atau carding di awal 2000-an ketika kejahatan ini belum terlalu dikenal di tanah air. Dan ini diakui Imam Samudra di dalam salah satu bukunya.