Selain itu, manajemen risiko pihak ketiga menjadi perhatian khusus.
Banyak insiden siber berawal dari vendor atau mitra teknologi yang keamanannya tidak setara dengan standar perbankan.
OJK menegaskan bahwa tanggung jawab keamanan tetap berada pada bank, bukan semata pada penyedia jasa teknologi.
Sebagai langkah mitigasi cepat, OJK juga telah mengirimkan surat pembinaan kepada bank.
Salah satu instruksinya adalah menghentikan sementara transaksi yang terindikasi anomali untuk dilakukan klarifikasi sebelum transaksi dilanjutkan.
Langkah ini dinilai penting untuk meminimalkan potensi kerugian nasabah sekaligus menjaga integritas sistem pembayaran.
Baca Juga: Jadi Tersangka KPK Kasus Ijon Proyek Bupati Bekasi dan Ayahnya Terancam Penjara Seumur Hidup
Di tengah meningkatnya digitalisasi layanan keuangan, pendekatan preventif dinilai jauh lebih efektif dibandingkan penanganan pasca-insiden.
Isu peretasan BI Fast menjadi pengingat bahwa transformasi digital perbankan harus berjalan seiring dengan penguatan keamanan siber.
Kecepatan layanan tanpa perlindungan memadai justru dapat menjadi celah risiko yang berbahaya.
Bagi OJK, pemeriksaan menyeluruh terhadap BPD bukan sekadar respons jangka pendek, melainkan bagian dari strategi menjaga kepercayaan publik.
Kepercayaan inilah yang menjadi fondasi utama sistem keuangan yang sehat dan berkelanjutan.
Ke depan, tantangan keamanan siber diprediksi akan semakin kompleks.
Kolaborasi erat antara regulator, perbankan, dan penyedia teknologi menjadi kunci agar sistem pembayaran nasional tetap aman, andal, dan dipercaya masyarakat.***