“Memang ada pengamanan. Ada oknum jaksa,” ujar Fitroh secara singkat.
Keterlibatan jaksa dan pengacara dalam satu perkara OTT menjadi ironi serius bagi sistem peradilan pidana, mengingat keduanya memegang peran strategis dalam menegakkan hukum dan keadilan.
Pengamat hukum menilai kasus semacam ini berpotensi merusak kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum jika tidak ditangani secara transparan dan tegas.
Secara prosedural, KPK memiliki waktu 1 x 24 jam sesuai KUHAP untuk menentukan status hukum para pihak yang diamankan sebelum menetapkan tersangka atau melepaskan mereka.
OTT jaksa di Banten ini juga mempertegas bahwa sepanjang 2025, KPK sangat agresif menggunakan mekanisme operasi tangkap tangan sebagai instrumen pencegahan sekaligus penindakan.
Sepanjang tahun ini, KPK telah menggelar sedikitnya delapan OTT besar yang menyasar berbagai level kekuasaan, mulai dari anggota DPRD, kepala daerah, hingga pejabat kementerian.
Pada Maret 2025, OTT dilakukan terhadap anggota DPRD dan pejabat PUPR di Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan.
Pada Juni 2025, KPK membongkar dugaan suap proyek jalan di Sumatera Utara yang melibatkan dinas PUPR dan satuan kerja jalan nasional.
Agustus 2025 menjadi bulan padat OTT, termasuk kasus pembangunan rumah sakit di Kolaka Timur serta dugaan suap kerja sama pengelolaan kawasan hutan di Jakarta.
Kasus pemerasan sertifikasi K3 di Kementerian Ketenagakerjaan hingga OTT Gubernur Riau dan dua bupati pada akhir 2025 menunjukkan pola korupsi yang sistemik dan lintas sektor.
Baca Juga: Mahfud MD Bongkar Penyakit Kronis Polri, Intervensi Politik Disebut Lebih Berbahaya dari Aturan
Dalam konteks tersebut, OTT jaksa di Banten bukan peristiwa tunggal, melainkan bagian dari peta besar persoalan integritas aparat negara dan ekosistem hukum di Indonesia.
Kasus OTT jaksa di Banten yang menyeret pengacara dan uang ratusan juta rupiah menjadi alarm keras bahwa korupsi tidak mengenal profesi maupun jabatan.
Publik kini menunggu sikap tegas KPK untuk membuka konstruksi perkara secara terang, demi menjaga kepercayaan terhadap proses hukum.