Situasi tersebut menjadi dasar keputusan penghentian operasi SAR setelah melalui musyawarah bersama keluarga yang masih menunggu kabar anggota mereka.
Budiono menegaskan bahwa penyisiran di Sektor C tidak dapat lagi dilanjutkan karena keselamatan tim berada dalam ancaman serius.
“Dengan pertimbangan keselamatan dan kondisi lapangan, operasi SAR resmi kami hentikan,” ujarnya.
Dampak longsor tidak hanya terasa pada keluarga korban, tetapi juga pada ribuan warga Situkung.
Sebanyak 1.019 penduduk tercatat mengungsi di lima lokasi berbeda setelah permukiman mereka dinyatakan tidak layak dihuni.
Pemerintah daerah kini mengalihkan fokus ke penyediaan hunian sementara dan pemulihan psikososial warga yang terdampak.
Publik turut menyoroti perlunya mitigasi bencana jangka panjang di wilayah rawan longsor seperti Banjarnegara.
Sejumlah pemerhati kebencanaan menyebut bahwa curah hujan ekstrem dan topografi pegunungan yang labil menjadi kombinasi yang memicu rentetan bencana dalam beberapa tahun terakhir.
Warga berharap pemerintah mempercepat program relokasi permanen agar tragedi serupa tidak terulang.
Penanganan bencana Banjarnegara ini kembali mengingatkan bahwa kapasitas respons cepat tim SAR harus diimbangi dengan strategi pengurangan risiko bencana di tingkat desa.
Laporan BNPB menunjukkan bahwa lebih dari 40 persen wilayah Banjarnegara berada dalam kategori rawan longsor, sehingga mitigasi berbasis komunitas menjadi kebutuhan mendesak.
Tragedi longsor Situkung menjadi luka mendalam bagi Banjarnegara, khususnya keluarga korban yang masih menanti kepastian.
Penghentian operasi SAR bukan akhir dari proses pemulihan, melainkan awal dari penanganan jangka panjang untuk memastikan keselamatan warga.