Tiga tersangka dari internal ASDP telah dilimpahkan ke jaksa penuntut umum untuk memasuki proses persidangan.
Adjie, pemilik PT JN, sempat tidak langsung ditahan karena alasan kesehatan dan kemudian berstatus tahanan rumah sejak 21 Juli 2025.
Dalam persidangan 6 November 2025, terdakwa Ira Puspadewi membantah keras bahwa akuisisi tersebut merugikan negara.
Ira menyatakan bahwa pembelian PT JN justru memberikan keuntungan bisnis bagi ASDP karena perusahaan memperoleh aset strategis.
Ia menegaskan bahwa ASDP mendapatkan “53 kapal berikut izin operasionalnya” sehingga menurutnya nilai akuisisi masuk akal secara bisnis.
Namun majelis hakim tetap menjatuhkan vonis 4 tahun 6 bulan penjara kepada Ira pada 20 November 2025.
Sementara itu, Yusuf Hadi dan Harry Caksono masing-masing dijatuhi hukuman 4 tahun penjara dan dinilai turut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 1,25 triliun.
Ketua Majelis Hakim Sunoto menyampaikan dissenting opinion yang cukup menarik perhatian karena ia menilai bahwa perbuatan ketiga terdakwa “bukan merupakan tindak pidana korupsi”.
Perbedaan pendapat hakim ini memicu diskusi publik mengenai batas antara keputusan bisnis yang buruk dan tindakan melanggar hukum.
Pengamat BUMN menilai fenomena ini sebagai peringatan penting agar aksi korporasi bernilai besar harus memiliki transparansi tinggi dan melibatkan proses due diligence yang ketat.
Mereka menyebut bahwa BUMN sering menghadapi tekanan politis dan risiko kriminalisasi ketika keputusan bisnis dianggap kontroversial di kemudian hari.
Di media sosial, warganet mengekspresikan pandangan beragam tentang kasus ini.
Sebagian menilai akuisisi sebesar Rp 1 triliun lebih wajib diawasi oleh auditor independen, sementara sebagian lain mengkritik kurangnya kajian mendalam dalam pengambilan keputusan strategis ASDP saat itu.