HUKAMANEWS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan pemerasan pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) di lingkungan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker).
Kali ini, giliran mantan Sekretaris Jenderal Kemenaker era Menteri Hanif Dhakiri, Hery Sudarmanto (HS), yang dijerat lembaga antirasuah tersebut.
Penetapan Hery menambah panjang daftar pejabat yang terseret dalam kasus yang mencoreng institusi Kemenaker ini.
Sebelumnya, sudah ada delapan orang aparatur sipil negara (ASN) yang lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Baca Juga: Prabowo Tabuh Genderang Perang Lawan Narkoba: Kalau Kita Kalah, Jangan Harap Jadi Negara Maju!
“Benar, dalam pengembangan penyidikan perkara ini, KPK menetapkan satu orang tersangka baru, yakni saudara HS selaku mantan Sekjen Kemenaker,” ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Sembilan Tersangka, Uang Pemerasan Capai Rp53,7 Miliar
Dengan tambahan satu nama tersebut, total tersangka kasus pemerasan pengurusan RPTKA kini berjumlah sembilan orang.
Kasus ini bukan perkara baru, skemanya disebut sudah berjalan bertahun-tahun dan lintas kepemimpinan menteri.
Pada 5 Juni 2025, KPK telah mengumumkan delapan tersangka lain yang seluruhnya merupakan ASN di Kemenaker.
Mereka adalah Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Baca Juga: Sadis! Siswi SMA di Malang Disuntik Sabu oleh Kakak Kandung, Polisi dan DP3A Tangani Trauma Korban
Dari hasil penyelidikan, para tersangka diduga mengumpulkan uang hingga Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan yang berlangsung sejak tahun 2019 hingga 2024 atau pada masa Menteri Ida Fauziyah.
KPK menjelaskan bahwa RPTKA (Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing) merupakan dokumen wajib yang harus dimiliki oleh perusahaan yang ingin mempekerjakan tenaga kerja asing di Indonesia.
Tanpa dokumen tersebut, izin kerja dan izin tinggal tenaga kerja asing akan tertahan, bahkan bisa dikenai denda Rp1 juta per hari.