Pergantian pada lima pos ini mencerminkan dorongan Prabowo untuk memperkuat fondasi ekonomi, memperketat stabilitas politik, serta menjawab kritik publik terkait perlindungan pekerja migran dan pemberdayaan UMKM.
Pengamat politik menilai reshuffle ini bukan sekadar rotasi biasa, melainkan strategi Prabowo untuk menjaga keseimbangan politik di tengah situasi nasional yang dinamis.
Beberapa faktor yang diduga mendorong langkah ini antara lain:
1. Tantangan Ekonomi Global – Melemahnya nilai tukar rupiah dan inflasi menuntut kecepatan adaptasi di sektor keuangan.
2. Tekanan Publik – Kritik tajam terkait pelayanan pekerja migran dan dinamika politik menjelang tahun kedua pemerintahan.
3. Konsolidasi Politik – Reshuffle bisa memperkuat koalisi dan mengakomodasi kepentingan partai pendukung.
Baca Juga: Kepala Dusun di Bangkalan Tertangkap Edarkan Sabu Keliling, Polisi Amankan 11 Poket Narkoba
Sementara itu, muncul spekulasi bahwa kepergian Sri Mulyani dari kursi Menteri Keuangan akan menimbulkan pergeseran arah kebijakan fiskal.
Publik menunggu apakah penggantinya akan mempertahankan disiplin anggaran atau mengambil langkah ekspansif untuk mendukung program populis.
Reshuffle kabinet selalu menuai pro-kontra. Di media sosial, sebagian masyarakat menyambut baik langkah ini sebagai bentuk penyegaran, sementara yang lain justru khawatir akan munculnya kepentingan politik dalam pengisian jabatan.
Seorang warganet menulis, “Semoga menteri baru lebih berpihak pada rakyat kecil, bukan hanya hitung-hitungan politik.”
Di sisi lain, pelantikan Kementerian Haji dan Umrah disambut positif oleh banyak kalangan. Indonesia sebagai negara dengan jumlah jemaah haji terbesar di dunia memang dinilai membutuhkan kementerian khusus agar pelayanan lebih fokus dan efisien.
Baca Juga: Dede Yusuf Sentil Pejabat Hobi Pamer Hidup Mewah, Ingatkan Pentingnya Empati pada Rakyat
Reshuffle ini menjadi ujian penting bagi Presiden Prabowo. Jika para menteri baru mampu bekerja cepat dan efektif, maka langkah politik ini bisa memperkuat kepercayaan publik sekaligus meningkatkan performa pemerintahan.
Namun, jika hanya sekadar kompromi politik, reshuffle berpotensi menimbulkan kekecewaan publik. Dengan situasi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, masyarakat menuntut aksi nyata, bukan sekadar perubahan nama.