1. Kampus (Zona Netral) di Indonesia memiliki status sebagai ruang akademik yang seharusnya dilindungi kebebasan berekspresinya (Pasal 28 UUD 1945, UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi).
Aparat bisa masuk jika ada dugaan tindak pidana atau kondisi darurat yang mengancam keamanan dan ketertiban umum.
Dalam case kali ini kondisi yang bisa mengancam keamanan dan ketertiban umum di lokasi Kampus tidak ada, tidak ada demo apalagi tindakan anarkis.
2. Gas Air Mata boleh ditembakkan apabila mengancam Jiwa Aparat atau ada Perlawanan Massa sesuai Perkapolri No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian, itu pun harus diberikan peringatan terlebih dahulu, sedangkan untuk poluru karet ada aturan tersendiri dan tidak boleh dipakai sembarang.
Peluru karet bukan alat untuk membubarkan massa biasa, melainkan opsi terakhir untuk melindungi jiwa bila ada serangan atau ancaman nyata.
Penggunaannya harus proporsional, terukur, dan terdokumentasi.
Jika digunakan sembarangan (misalnya monembak mahasiswa atau warga tanpa ancaman nyata), bisa dianggap pelanggaran HAM dan penyalahgunaan wewenang.
Sesuai dengan Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2000 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian dan Prinsip HAM (mengacu juga ke standar internasional PBB, Basic Principles on the Use of Fore and Firearms by Law Enforcement Officials).
Dalam case kali ini jangankan massa anarkis tapi massa demo juga tidak ada, hanya ada mahasiswa dan petugas gabungan yang sedang berada di kampus.
3. Jika Aparat tiba-tiba menyerang kampus dengan gan air mata, bahkan sampai peluru karet tanpa aa peringatan atau ancaman nyata, hal itu bisa dianggap pelanggaran prosedur dan HAM.***