nasional

Wabah Campak Sumenep, Harga Mahal dari Penolakan Imunisasi

Senin, 25 Agustus 2025 | 14:54 WIB
Gubernur JawaTimur Khofifah Indar Parawansa jenguk salah seorang anak pasien campak di RS Moh Anwar Sumenep

HUKAMANEWS — Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, resmi menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) campak setelah lonjakan kasus penyakit menular itu hampir merata di seluruh kecamatan. Dalam periode Januari hingga Agustus 2025, pemerintah mencatat lebih dari 2.000 kasus suspek campak dengan 17 kematian.

Ironisnya, 16 dari 17 pasien yang meninggal dunia tercatat tidak pernah mendapatkan imunisasi. Fakta ini menyoroti persoalan klasik: rendahnya cakupan vaksinasi dasar dan tingginya resistensi masyarakat terhadap imunisasi.

“Penolakan sebagian warga terhadap imunisasi masih menjadi tantangan utama kami. Padahal, campak bisa dicegah dengan vaksin yang tersedia secara gratis,” kata Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep, Agus Mulyono, Senin (25/8/2025).

Baca Juga: Sesar Lembang Masuk Siklus Gempa, Pemkot Bandung Siapkan Enam Titik Evakuasi

Menyusul penetapan status KLB, pemerintah daerah bersama Dinas Kesehatan segera menggelar program Outbreak Response Immunization (ORI). Selama tiga pekan ke depan, imunisasi massal ini menargetkan lebih dari 78 ribu anak berusia sembilan bulan hingga enam tahun.

Sebanyak 9.825 vial vaksin campak telah disiapkan dan akan didistribusikan ke puskesmas serta posyandu di 26 kecamatan. Pemerintah mengimbau orang tua segera membawa anak-anak mereka ke fasilitas kesehatan terdekat.

“Partisipasi masyarakat sangat menentukan keberhasilan program ini. Jika cakupan vaksinasi tinggi, rantai penularan bisa segera diputus,” ujar Agus.

Baca Juga: Membaca Wajah 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia: Antara Euforia Kekuasaan, Elitisme, dan Antiklimaks Reformasi

Namun, pelaksanaan imunisasi massal tidak lepas dari kendala. Resistensi masyarakat terhadap vaksinasi cukup tinggi, terutama di wilayah pedesaan. Sebagian warga masih terpengaruh hoaks terkait vaksin yang beredar di media sosial maupun dari kelompok-kelompok tertentu yang menolak imunisasi.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah daerah menggandeng tokoh agama dan tokoh masyarakat agar aktif memberikan pemahaman tentang pentingnya imunisasi. Pendampingan langsung juga dilakukan melalui kader kesehatan desa.

Selain ORI, pemerintah menyiapkan pelatihan tenaga kesehatan dan kajian epidemiologi terkait penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Upaya ini diharapkan memperkuat respons dini terhadap penyakit menular lain yang berpotensi mewabah.

Krisis Kesehatan yang Bisa Dicegah

Kasus campak di Sumenep menjadi alarm keras bagi pemerintah pusat maupun daerah. Penyakit yang seharusnya dapat dicegah dengan imunisasi justru kembali menelan korban jiwa akibat kelalaian kolektif.

Data Dinas Kesehatan menunjukkan, dari 2.035 kasus suspek campak yang tersebar di 26 kecamatan, sebagian besar pasien anak-anak tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Kondisi ini memperlihatkan masih rapuhnya sistem perlindungan kesehatan masyarakat.

“Jika penolakan vaksin terus dibiarkan, wabah serupa akan berulang. Imunisasi bukan hanya untuk melindungi individu, tetapi juga komunitas secara keseluruhan,” pungkas Agus menegaskan.***

Tags

Terkini