HUKAMANEWS – Selama pekan terakhir, pelaku usaha dibikin cemas, setelah pengelola restoran Mie Gacoan di Bali dijadikan tersangka karena memutar lagu tanpa membayar royalti. Efeknya ruang - ruang publik baik restoran dan kafe kini membiarkan tempat usahanya hening.
"Suasananya sudah sepi tidak ada musik," sebut Cia, warga Ngaliyan Semarang, saat melakukan transaksi di salah satu gerai ice cream ternama,Sabtu 9 Agustus 2025.
Namun tidak untuk semua resto maupun cafe di kota Semarang terasa hening. Dari unggahan salah grup WhatsApp tertera struk pembayaran dimana didalamnya bukan hanya mencantumkan pesanan makanan, tetapi juga sudah mencantumkan biaya royalti musik dan lagu.
Baca Juga: Larangan Kibarkan Bendera One Piece oleh Pemerintah Indonesia Masuk dalam Berita Nasional Korea
Tak ingin menyebut nama resto maupun kafe yang dimaksud, biaya royalti tercantum sebesar Rp 29.140. Tentunya cukup besar dari PPN harga makanan.
"Kalau struk begitu menurut saya salah karena royalti harusnya yang bayar kan pelaku usaha bukan konsumen, jadi mestinya tidak bisa dibebankan seperti itu pada konsumen. Toh musik itu bukan bagian dari menu yg dipilih atau ditransaksikan konsumen," tegas Abdun Mufid, selaku Direktur Lembaga Pembinaan Dan Perlindungan Konsumen LP2K Jawa Tengah, di Semarang, Minggu 10 Agustus 2025.
Lebih jauh, Mufid mengatakan konsumen hanya membayar apa yg ditransaksikan sesuai kondisi dan keadaan yang disepakati. Jadi kalau mau konsumen yang membayar, pihak resto harus menginformasikan didepan dalam price list kalau musiknya juga harus bayar dengan price tertentu.
Baca Juga: Microsoft Resmi Matikan Windows 11 SE, Pesaing ChromeOS yang Tak Pernah Berjaya
"Bukankah itu sudah ada point pembayaran service charge, kenapa harus bayar royalti. Bagaimana transparasinya perhitungan angka beban royalti yang dikeluarkan tersebut ," tanya pihaknya lebih jauh.
Menurutnya langkah membebankan biaya royalti kepada konsumen, LP2K Jawa Tengah menyatakan hal ini sudah tidak fair lagi.
"Semua pengusaha kafe juga lagi sibuk bahas itu di grup Whatsapp pengusaha kafe Semarang. Sampai ada list musik yang tidak mempermasalahkan jika diputar di kafe, seperti Peterpan, Iwan Fals, dan lainnya," ungkapnya sambil menunjukkan telepon genggam miliknya.
Bagi Boby, bukan hanya persoalan royaltinya. Menurutnya, sosialisasi pemerintah juga dinilai kurang sehingga banyak pelaku usaha yang belum mengetahui aturan ini. Ia juga mempertanyakan, distribusi uang royalti ini apakah benar masuk ke para musisi.
"Jangan-jangan dibuat aji mumpung buat pemerasan berbentuk undang-undang," tutup Boby.***