Ardhasena menjelaskan bahwa ketika kandungan uap air lebih rendah, malam jadi terasa lebih sejuk dan siang tidak terlalu sumuk alias gerah.
Fenomena ini berbeda dengan kondisi di bulan-bulan lain yang lebih lembap.
Ia juga menekankan bahwa jika aphelion memang menjadi penyebab utama cuaca dingin, maka seharusnya seluruh wilayah di Bumi akan merasakan dampak yang sama.
Pasalnya, aphelion adalah fenomena astronomis berskala global.
Untuk diketahui, aphelion terjadi saat Bumi mencapai titik terjauh dari Matahari dalam orbit elipsnya.
Baca Juga: Gubernur DKI Ingatkan Warga Bakal Terjadi Banjir Rob dalam Satu Hingga Dua Hari ke Depan
Kata "aphelion" berasal dari bahasa Yunani: apo berarti jauh dan helios berarti Matahari.
Tahun ini, momen aphelion jatuh pada Kamis (3/7) pukul 15.54 waktu EDT, atau Jumat (4/7) pukul 02.54 WIB.
Pada saat itu, Bumi berada sekitar 152 juta kilometer dari Matahari.
Meskipun tidak menyebabkan hawa dingin di Indonesia, aphelion tetap punya pengaruh terhadap dinamika pergerakan planet.
NASA menjelaskan bahwa planet-planet akan bergerak lebih lambat saat berada di aphelion, dan lebih cepat ketika berada di perihelion, titik terdekatnya dengan Matahari.
Inilah alasan mengapa musim panas di Belahan Bumi Utara biasanya berlangsung sedikit lebih lama dibandingkan dengan di Selatan.
Jadi, buat kamu yang lagi tidur pakai selimut tebal dan mengira ini gara-gara Bumi menjauh dari Matahari—tenang saja.
Ini bukan dampak aphelion, melainkan pola musiman biasa yang sering muncul pertengahan tahun karena angin kering dari arah selatan.